CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 25 November 2010

Asuhan Keperawatan Emfisema

A. Pengertian
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)


B. Klasifikasi
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

C. Anatomi fi siologi




D.Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

E. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema Genetik,Paparan Debu

F. Manifestasi Klinis
Dispnea
Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
Distensi vena leher selama ekspirasi.

G. Pemeriksaan diagnostik
Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

H. Komplikasi
• Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
• Daya tahan tubuh kurang sempurna
• Tingkat kerusakan paru semakin parah
• Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
• Pneumonia
• Atelaktasis
• Pneumothoraks
I. penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum:
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator

1.Derivat Xantin

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin, aminofilin.
2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b. Ekspectoran dan Mucolitik

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

c. Antibiotik

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
3. Terapi oksigen

Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>
4. Latihan fisik

Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.

Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.

6. Fisioterapi

Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2. Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.



Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Emfisema



1. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
o Keletihan, kelelahan, malaise
o Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
o Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
o Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
o Keletihan, gelisah, insomnia
o Kelemahan umum/kehilangan massa otot

2. Sirkulasi
Gejala :
o pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
o Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
o Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
o Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
o Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
o Pucat dapat menunjukkan anemia

3. Makanan/Cairan
Gejala :
o Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
o Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
o Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
o Turgor kulit buruk, edema dependen
o Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
o Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

4. Hygiene
Gejala :
o Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :
o Kebersihan, buruk, bau badan

5. Pernafasan
Gejala :
o Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
o “Lapar udara” kronis
o Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
o Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
o Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
o Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
o Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
o Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
o Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
o Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
o Perkusi: hiperesonan pada area paru
o Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

6. Keamanan
Gejala :
o Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
o Adanya/berulangnya infeksi
o Kemerahan/berkeringat (asma)

7. Seksualitas
Gejala :
o Penurunan libido

8. Interaksi sosial
Gejala :
o Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
o Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
o Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.

9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
o Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
2.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

2. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo


3.Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o Bunyi paru bersih
o Warna kulit normal
o Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

Intervensi :
o Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
o Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
o Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
o Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
o Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
o Pantau irama jantung
o Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
o Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
o Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o TTV normal
o Balance cairan dalam batas normal
o Tidak terjadi edema

Intervensi :
o Timbang BB tiap hari
o Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
o Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
o Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
o Monitor parameter hemodinamik
o Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4.Evaluasi

Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yangmenimbulkan kecemasan yang
berkontribusi kepada intoleransi aktivitas
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang
memadai pada denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah, dan pola yang
dipantau dalam batas normal.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- hari (AKS) dengan beberapa bantuan
(misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
Menampilkan pengelolahan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

Daftar pustaka
Doenges, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tambayang, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Trerney, Lawrence. M. dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medica

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Read More......

Jumat, 19 November 2010

HIPERTENSI

A. DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darah sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg, dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, & gagal ginjal.
Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau, obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tapi penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan. Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal, dan otak. Maka konsekuensi pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, & stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Hipertrofi ini dapat diperiksa dengan EKG atau rontgen thorak. Peningkatan tahanan perifer yang dikontrol pada tingkat arteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tahanan tersebut belum banyak diketahui. Tetapi obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tahanan perifer untuk menurunkan tekanan darah & mengurangi stress pada system vaskuler.


B. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembulih darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, meyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
C. Etiologi
Berdasarkan Penyebabnya Hipertensi dibagi dalam 2 Golongan yaitu :
1. Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal.
D. Faktor Pencetus terjadinya Hipertensi
1. Obesitas / kegemukan
2. Kebiasaan merokok
3. Minuman beralkohol
4. Penyakit kencing manis dan jantung
5. Wanita yang tidak menstruasi
6. Stress
7. Kurang olah raga
8. Diet yang tidak seimbang, makanan berlemak dan tinggi kolesterol


E. Tanda dan gejala:
 Sakit kepala dan pusing
 Nyeri kepala berputar
 Rasa berat di tengkuk
 Marah/emosi tidak stabil
 Mata berkunang – kunang
 Telinga berdengung
 Sukar tidur
 Kesemutan
 Kesulitan bicara
 Rasa mual / muntah
F. Klasifikasi
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal tinggi 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
derajat 2 160 – 179 atau 100 – 109
derajat 3 180 110
Keterangan: Klasifikasi hipertensi bagi yang berumur 18 th keatas.
Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastoliknya di bawah 90 mmHg.
Tekanan darah pertama kali (mmHg) Observsi yang dianjurkan
Sistolik Diastolik
< 130 < 85 Pemeriksaan ulang dalam 2 th
130 – 139 85 – 89 Pemeriksaan ulang dalam 1 th
140 – 159 90 – 99 Dipastikan dalam 2 th
160 – 179 100 – 109 Evaluasi dalam 1 th
180  110 Evaluasi segera/dalam 1 minggu,
tergantung situasi klinis.
Keterangan: Rekomendasi untuk observasi lebih lanjut setelah pengukuran tekanan darah pertama kali.

G. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri.
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi seperti nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat mengakibatkan stroke atau serangan iskemik transien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegi) atau gangguan tajam pengluhatan.
Faktor risiko utama Kerusakan organ target
Merokok
Dislipidemia
DM
Umur diatas 60 th

Jenis kelamin (pria & wanita pasca menopause)
Riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Wanita < 65 th atau pria < 55 th. Penyakit jantung:
*Hipertrofi ventrikel kiri
*Angina/riwayat AMI
*Riwayat revaskularisasi koroner.
*Gagal jantung
Stroke & serangan iskemik selintas

Nefropati

Penyakit arteri perifer, retinopati.
Keterangan: Faktor risiko kardiovaskuler dan kerusakan organ target pada pasien hipertensi.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualtas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis termasuk: penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium, tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di atas 130 – 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Derajat hipertensi (mmHg). Kelompok resiko A (Tak ada factor resiko, tak ada kerusakan organ target). Kelompok risiko B (Minimal 1 faktor risiko, tak termasuk diabetes, tak ada kerusakan organ target). Kelompok Risiko C (Kerusakan organ target dan atau diabetes, dengan atau tanpe factor risiko lain).
Normal tinggi
(130–139/85–89)
Derajat 1
(140-159/90-99)

Derajat 2&3
(160/ 100) Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup (sampai 12 bulan)
Terapi obat Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup (sampai 6 bulan).
Terapi obat
Terapi obat

Terapi obat


Terapi obat
Keterangan: Stratifikasi risiko dan pengobatan hipertensi.

Read More......

Kamis, 18 November 2010

PARASITOLOGI

Definisi :
1. Suatu ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk semen¬tara atau tetap didalam atau dipermukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad tersebut.
2. Parasit : suatu jasad yang untuk melangsungkan hidupnya tergan¬tung jasad lain.
3. Perasitologi kedokteran : suatu ilmu yang mempelajari parasit yang menghinggapi manusia yang dapat menyebabkan penyakit serta kematian.
4. Hospes atau inang/host : jasad yang mengandung parasit


Pembagian parasit ;
1. ZOO parasit ( Binatang parasit ) : Suatu parasit pada hewan
a. Metazoa : parasit bersel banyak
Contoh : cacing, serangga
b. Protozoa : parasit bersel tunggal
Contoh : amoeba
2. Fito parasit ( parasit pada tumbuhan )
a. Bakteri
b. Jamur
3. Spirochaeta dan virus
Hubungan parasit dan hospes :
- Parasitisme : setiap hubungan timbal balik suatu species untuk kelangsungan hidupnya
- Simbiosis : Hubungan permanen antara dua jenis jasad yang tidak dapat hidup terpisah.
Simbiosis ada tiga :
1. Simbiosis mutualisme : Hubungan simbiosis yang menguntungkan bagi keduanya.
2. Simbiosis komensalisme : satu untung yang lain tidak dirugikan
3. Simbiosis parasitisme : satu untung yang lain dirugikan contohnya;virus/bakteri dgn manusia
Klasifikasi ( International Code of zoological domenclature)
parasit mempunyai tingkat :
- Fillum, misal : Nemathelmintes
- Kelas, misal : Nematoda
- Ordo, misal : Ascaridea
- Familia, misal : Ascarida
- Genus, misal : Ascaris
- Species, misal : Lumbricoides.
Dalam parasitologi dikenal dengan sistem binominal, penamaan suatu hewan genus + speciesnya.
Genus dengan awal huruf besar, misal : Entamoeba
Species dengan awal huruf kecil, misal coli .
Kriteria yang dipakai :
1. Berdasarkan morfologinya
2. Struktur genetiknya
Penyakit yang disebabkan parasit
Penularan penyakit yang disebabkan parasit mencakup tiga faktor :
1. Sumber infeksi
2. Cara penularan
3. Adanya hospes yang dapat ditulari.
Efek gabungan dari faktor- faktor ini menentukan penyebaran dan menetapnya suatu parasit pada waktu dan tempat tertentu. Karena penyakit yang disebabkan parasit sering mempunyai sifat menaun disertai sedikit atau tanpa gejala, maka seorang pen-derita mungkin menjadi pengandung parasit (carrier) tanpa memper¬lihatkan gejala-gejala klinik dan dengan demikian merupakan sumber infeksi untuk orang lain. Seorang pengandung parasit terdapat keadaan infeksi biasa yang disertai keseimbangan antara hospes dan parasit.
Cara parasit mencapai hospes yang dijangkitinya dari sumber pertama berbeda-beda, beberapa parasit memerlukan kontak langsung, parasit lain yang mempunyai lingkaran hidup komplek harus melalui berbagai stadium pertumbuhan, baik sebagai bentuk bebas maupun dalam hospes perantara, sebelum menjadi bentuk infektif, Penularan dapat terlaksana melalui kontak langsung atau tidak langsung, melalui makanan, air, tanah, hewan vertebrata dan vektor artropoda, jarang dari ibu kepada anaknya. Kemungkinan infeksi akan bertambah oleh keadaan lingkungan yang menguntungkan hidup parasit diluar badan dan oleh kurangnya sanitasi dan higiene lingkungan.
Cara hidup binatang parasit
Menurut tempat hidup parasit :
1. Ekto parasit
Parasit yang berada pada permukaan tubuh hospes
Contoh tumo rambut, jamur.
2. Endo parasit
Parasit yang berada didalam tubuh hospes pada organ tertentu.
Contoh : berbagai macam cacing berada di rongga mulut usus tubuh manusia
Menurut keperluan akan hospes
1. parasit obligat : Parasit yang tidak dapat hidup tanpa hospes tertentu.
Contoh : cacing perut tidak bisa hidup diluar tubuh manusia
2. Parasit pakultatip : Parasit yang dapat hidup tanpa hospes tertentu.
Contohnya nyamuk
Menurut jumlah hospes yang dihinggapi :
1. Monoksen parasit hanya menghinggapi satu hospes saja .
2. Moleksi : parasit dapat menghinggapi berbagai hospes.
Menurut sifat dan lamanya pada hospes
1. Parasit permanen : menetap pada hospes selama hidup
2. Parasit temporer : hanya sewaktu waktu untuk mendapatkan makanan
3. Parasit insidentil ; hanya kebetulan menghinggapi hospes yang tidak biasa, patologik menimbulkan penyakit pada hospes tertentu.contohnya;termaroda(cacing hati)
Menurut patogenitasnya
1. Parasit patogen : parasit yang menimbulkan kelainan atau penyakit pada manusia.
2. Parasit non patogen parasit yang tidak menimbulkan kelainan atau penyakit pada manusia,contoh okyuris vernicularis(cacing kermi)
3. Parasit semu atau koprozoid sekedar lewat tidak menimbulkan penyakit pads hospes.
Berdasarkan jumlah species parasit pada hospes :
Misalkan pada satu hospes terdapat satu atau dua parasit disebut multi parasit.
Macam-macam hospes :
1. Hospes -difinitif atau akhir :
Ciri-ciri ; hopes tersebut dihinggapi stadium akhir dari parasit atau dihinggapi oleh parasit yang berkelamin dewasa.
2. Hospes perantara atau intermedier
Ciri-ciri ; Hospes tersebut tempat antara parasit berkembang atau hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif dan siap ditularkan pada manusia
3. Hospes reservoir atau cadangan :
Biasanya hospes tersebut binatang yang terinfeksi bengan parasit atau hewan yang mengandung parasit, hewan tersebut berperan sebagai sumber infeksi.
4. Hospes paratenik :
Hospes yang berlaku sebagai pembawa parasit dan parasitnya tidak berkembang didalam hospes tersebut.(LALAT)
Istilah dalam parasitologi
- Zoonosis : suatu penyakit parasit pada binatang yang dapat ditularkan pada manusia, contoh : balantidiasis
- Carrier : seorang yang mengandung penyakit dalam tubuh tetapi orang tersebut tidak menampakkan adanya penyakit.
- Infeksi : masuknya atau adanya parasit da1am tubuh hospes
- Infestasi : adanya parasit dipermukaan badan hospes
- Inkubasi : waktu antara masuknya parasit dalam hospes dari per-mulaan sakitnya
- Epidemi timbal infeksi secara mendsdak yang penyebarannya cepat pada sebagian bessr penduduk, biasanya datangnya
penyakit dari luar dan menular(DB)
- Endemi : Suatu infeksi yang selalu ada pada suatu daerah (malaria)

- Insiden : kejadian sutu penyakit
- Prevalensi : jumlah seluruh kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu di suatu daerah tertentu.

Read More......

PSIKOLOGI BELAJAR

Pengertian
 Menurut Syaiful Bahrie, (2002:1) bahwa Psikologi adalah sebuah ilmu yang memperlajari tentang tingkah laku.
 Menurut Syaiful Bahrie, (2002:2) bahwa Belajar adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar.
 Jadi Psikologi belajar adalah sebuah perilaku atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia secara sadar untuk mendapatkan sebuah kesan dari apa yang dipelajari sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar.


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
 Lingkungan
 Instrumental
 Fisiologis
 Psikologis
 Kemampuan kognitif
Cara-cara belajar Efektif
 MEMBUAT PEMBAGIAN WAKTU YANG TEPAT.
 MEMBUAT RINGKASAN BUKU-BUKU PELAJARAN
 MEMBUAT CATATAN-CATATAN KULIAH
 KONTAK DENGAN DOSEN DI DALAM DAN DI LUAR JAM KULIAH
 MENGENDALIKAN DIRI SENDIRI
 SABAR, DAN SETIA
 PERCAYA DAN BERSANDAR PADA TUHAN

Read More......

PERILAKU ABNORMAL

Pengertian
Perilaku abnormal adalah sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan standart social, atau memperlihatkan kurangnya pengendalian diri terhadap emosi.



Perilaku abnormal dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
• Jumlah yang jarang ( Statistical Infrequency)
• Norma Yang Keras( Violent of Norm)
• Orang yang mengalami Stress (Personal Distress)
• Ketidakmampuan atau ketidak berfungsiaan (Dysability or Dysfunction)
Pengelompokan Perilaku Abnormal
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Intelektual.
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Perilaku
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Mood
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kecemasan (Anxiety)
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Seksual Dan Identitas Gender.
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Makan
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Tidur
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kepribadian
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Medical
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Relasi Sosial.
Aksis- Aksis Dalam PPDGJ (Pedoman Panduan Diagnosis Gangguan Jiwa), antara lain:
1. Aksis I : Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan Kepribadian
2. Aksis II :Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan kemampuan Intelektual
3. Aksis III : Mengarah pada gangguan yng berhubungan dengan masalah kesehatan fisik.
4. Aksis IV : Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan masalah lingkungan sosial
5. Aksis V : Adalah jenis gangguan yang diderita apakah masuk dalam kategori gangguan mental berat ataukah ringan. Serta menetap atau bisa sembuh.

Read More......

Jumat, 22 Oktober 2010

Tranfusi Darah

2.1 Proses Pengkajian Tranfusi darah
Proses transfusi darah atau komponen darah merupakan prosedur keperawatan. Perwat bertangung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama transfusi darah serta mengatur transfuse yang dilakukan. Apabila pasien terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat pungsi vena untuk melihat adanya infeksi atau infiltrasi. Perawat juga harus menentukan bahwa kateter yang dipakai oleh klien adalah mengunakan kateter berukuran 18-19. kater dengan ukuran besar meningkatkan aliran karena molekul darah dan komponen-komponennya ledih besar dari pada molekul cairan IV.
Kateter yang besar juga mencegah hemolisis. Pastikan bahwa kateter paten dan berfungsi dengan baik. Selang untuk transfuse darah memiliki filter di dalam selang dan harus di bilas hanya dengan menggunakan cairan normal salin 0.9%. pemakaian larutan lain akan menyebabkan hemolisis.
Pengkajian Pratransfusi darah juga meliputi penkajian informasi dari klien. Perawat menanyakan apakah klien mengetahui alasan mengapa dilakukan transfuse darah dan apakah klien pernah menjalani tarnsfusi darah atau mngalami transfuse sebelumya. Seorang klien yang pernah mengalami reaksi transfusi biasanya lebih beresiko untuk kembali mengalami reaksi tersebut pada transfusi berikutnya. Namun klien mungkin cemas tentang akan dilakukannya transfusi., hal ini memerlukan intervensi keperawatan.
Pengkajian pratransfusi harus mencakup pengukuran dasar tanda-tanda vital. Hasil pengukuran ini harus dicatat sebelum perawat memberikan produk darah, karena perubahan TTV dapat mengindikasikan terjadinya reaksi. Saat melakukan transfusi, perawat menjelaskan prosedur, meminta klien melaporkan setiap efek samping yang timbul, dan memastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan ( inform Consent) perawat kemudian mengikuti prosedur yang telah di tetapkan untuk pengambilan produk darah.,perawat memeriksa idsentitas produk darah, klien dan kecocokan darah yang akan di infuskan dengan darah klien. Infuse dimulai secara perlahan. Pertahankan infuse, pantau efek samping, dan cata transfus.
Selam pemasukan infuse darah, klien beresiko mengakani reaksi terutama selama 15 menit pertama. Oleh karena itu, perawat harus tetap bersama klien dan mengkaji warna kulit serta tanda vital klien.perawat harus memantau klien dan mengukur TTV secara periodic selama transfusi sesuai dengan kebijakan lembaga ( umumnya 15 menit) Perawat mengukur tanda vital ketika suatu reaksi di duga akan muncul. Kecepatan transfusi biasanya tertulis dalam resep dokter. Idealnya, sebuah unit darah utuh atau sel darah merah kemasan di transfusikan dalam 2 jam. Namun, seorang klien dengan toleransi cairan yang rendah dapat menjalani terapi lebih dari 4 jam( Potter& Perry, 1995)

2.2 Protokol untuk Pemberian Darah dan komponen Darah
1. Periksa pesanan dokter untuk darah atau komponen darh yang spesifik dengan tanggal pmberian transfuse darah yang benar
2. Periksa inform consent pasien
3. Dapatkan riwayat transfuse klien, dan laporkan segala insidens dari reaksi yang merugikan selama atau setelah transfuse darah sebelimnya.
4. Ikuti prosedur yang di tetapkan untuk tipe dan pencocokansilengan terhadap terapi darah dan komponen darah.
5. Buat tempat jalur perifer atau jalur paten. Untuk menjamin keamanan pemberian produk darah bagi pasien-pasien dengan kateter multilumen, cadangakan satu lumen kateter untuk infuse darah dan komponen darah. Teknik ini meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi untuk pasien-pasiea dengan kateter ini.
6. Pilh selang yangn tepat, semua darah dan komponennya harus diberikan melalui penyaring yang di desain untuk menahan bekuan darah dan debris lainnya.ikuti kebijakan institusi untuk pengunaan penyaring yang tepat.
7. Personil bank darah yang mengeluarkan unit darah dan personil keperawatan yang meberikan transfusi harus mengidentifikasi produk darah, nomor identifikasi pada formulir permintaan transfuse, dan informasi yang identik pada rekam medik resipien.
a. Nomor identifikasi dan nama pada gelang tangan paisen harus sesuai dengan nama dan nomor pada unit transfusi dan pada label kompatibilitas.
b. Golongan ABO dan Rh donor harus terdapat pada unit darah donor dan formulir permintaan transfusi.
c. Golongan ABO dan Rh pasien ( resepien ) harus terdapat pada formulir permintaan transfuse. Periksa kompatibilitas ABO dan Rh antara pasien (resepien) dan donor.
d. Periksa tanggal kadaularsa pada kantung darah.
e. Periksa produk darah terhadap abnormalitas.
f. Minta pasien untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan menyebutkan nama lengkapnya. Jika pasien tidak dapat menyebutjkan namanya, ikuti prosedur institusi dalam memvalidasi identifikasi pasien. Jangan berikan darah pada pasien tanpa mengidentifikasi gelang atau label yang benar dan tepat.
g. Jelaskan prosedur pada pasien
h. Dapatkan ijin tertulis jika di perlukan oleh institusi.
i. Informasikan pada klien mengenai efek-efek yang merugikan dari transfuse darah dan minta pasien untuk melaporkan gejala-gejala yang dialami dengan cepat pada perwat atau dokter.
j. Setelah proses identifikasi, orang yang memulai transfusi dan orang lain yang memeriksa kebenaran produk harus mencatat tanggal, waktu, dan tanda tangan mereka pada formulir per\mintaan transfuse.
2.3 Langkah-Langkah pelaksanan Transfusi Darah
LANGKAH RASIONAL
1. Jelaskan prosedur kepada pasien. Kaji pernah atau tidaknya klien menerima transfuse sebelumnya dan catat reaksi yang timbul apabila ada.
2. Minta klien untuk melaporkan adanya mengigil, sakit kepala, gatal-gatal, atau ruam dengan segera
3. Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan.
4. cuci tangan dan kenakan sarung tangan
1. Klien yang pernah bereaksi terhadap transfuse darah sebelumnya dapat memiliki ketakutan yang lebih besar untuk mendapatkan transfuse selanjutnya. Peristiwa lalu, yakni klien pernah menunjukkan reaksi tertentu, dapat meningkatkan kejadian tersebut berulang lagi
2. Ini adalah tanda-tanda reaksi transfuse, pelaporan yang benar dan penghentian transfusi dapat membantu meminimalkan reaksi.
3. beberapa lembaga mewajibkan klien menandatangani surat perjannian sebelunm mendapatkan transfusi
4. Mengurangi resiko penularan bakteri HIV, hepatitis, dan bakteri lainnya yg di tularkan lewat darah.
5. Pasang selang Iv dengan mengunakan kateter ukuran 18-19.
6. Gunakan selang infuse yang memilki filter di dalamnya, selang juga harus merupakan set pemberian tipe-Y
7. Gantungkan botol larutan salin normal 0,9 % untuk di berikan setelah infuse darah selesei.
8. Ikuti protocol lembaga dalam mendapatkan produk darah. Minta darah pada saat anda siap mengunakanya
9. Bersama perawat lain yang sudah berlisensi, identikasi produk darah dan klien dengan benar.
a. Pertiksa etiket kompatibilitas yang menempel pada kantung darah dan informasi pada kantung tersebut.
b. Untuk darah lengkap, periksa golongan darah ABO dan tipe Rh yang terdapat pada catatatan klien
5. Kateter dengan ukuran besar mempermudah masuknya seluruh darah dan mencegah hemolisis
6. Filter penyaring debris & dan bekuan-bekuan kecil darah set tipe- Y memungkin pemberian produk tambahan atau volume exspander dengan midah dan dapat segera memasukkan isotonic NaCl 0,9% setelah infuse isotonic sebelumnya selesei.
7. Memberikan larutan isotonic untuk mempertahankan kepatenan vcena. Larutan isotonic menvegah hemolisis sel darah merah.
8. Darah lengkap (whole blood) atau kemasan sel darah merah harus di simpan dalam tempat yang dingin ( 1-6 derajat C)
9. Satu orang perawat membaca dengan keras sementara perawat lain mendengarkan dan memeriksa ulang informasi. Mengurangi resiko kesalahan.
a. Memeriksa bahwa golongan darah ABO, tipe Rh, dan jumlah unit sesuai
b. Meriksa kesesuaian informasi antara informasi pada kompatibilitas label dengan yang tertera pada kantung darah
c. Periksa kembali kesesuaian produk darah yang akan di berikan dengan resep dokter.
d. Periksa data kadaularsa pada kantung darah.
e. Inspeksi darah untuk melihat adanya bekuan darah.
f. Tanyakan nama klien dan periksa tanda pengenal yang di pasang di lengan klien.
10. Ukur tanda vital klien
11. Mulai pemberian Transfusi:
a. Sebelum infuse darah diberikan, berikan dulu larutan salin normal 0,9%.
b. Mulai berikan transfusi secara perlahan di awali dengan pengisian filter dalam selang.
c. Atur kecepatan sampai 2ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien . apabila anda mencurigai timbulnya-
c. Memastikan komponen darah adalah benar
d. Setelah 21 hari, perubahan pada struktur dan kimia darah dapat menimbulkan masalah elektrolit dan masalah-masalah terkait lainnya ( Metheney, 1996 )
e. Anti koagulan sitrat-fosfat-dexstrose (CPD) di tambahkan kedalam darah untuk mengawetkan darah ( Methene, 1996 ) Apabila ada bekuan di dalam darah kembalikan darah ke bank darah.
f. Memastikan bahwa klien yang diberi transfusi adalah klien yang benar.
10. Memastikan tanda vital klien sebelum pelaksanaan transfusi
a. Salin isotonic mencegah hemolisis
b. Apabila filter tidak terisi, transfuse tidak dapat masuk dengan baik.
c. Memungkinkan pendeteksian reaksi pada saat memasukkan produk darah dengan volume sekecil mungkin.
Apabila anda mencurigai adanya reaksi, hentikan transfuse, bilas dengan salin normal secara perlahan, dan beritahu dokter.
12. Monitor Tanda vital:
a. Ukur tanda vital setiap 5 menit pertama selama 15 menit, selanjutnya ukur setiap jam sesuai kebijakan lembaga.
b. Observasi klien untuk melihat adanya kemerahan, gatal-gatal, bintik merah, dan ruam.
13. Pertahankan kecepatan infus yang di programkan dengan mengunakan pompa infus, jika perlu
14. Lepas dan buang sarung tangan. Cuci tangan.
15. Observasi timbulnya reaksi yang merugikan secara berkelanjutan.
16. Catat pemberian darah produk darah. Catat transfuse ini sebagai asupan cairan sesuai dengan kebijakan lembaga.
17. Setelah pemberian infuse selesei, kembalikan kantung darah serta selang ke bank darah.


Pembilasan selang mencegah masuknya produk darah lebih lanjut.
a. Mendokumentasikan adanya perubahan pada status tanda vital yang dapat mengidentivikasikan tanda awal terjadinya transfusi.
b. Dapat menjadi tanda awal reaksi
13. Pompa infuse mempertahankan kecepatan yang diprogramkan.
14. Mengurangi penularan mikro organisme.
15. Reaksi yang merugikan dapat timbul setiap saat selama tranfusi di berikan
16. Mendokumentasikan pemberian komponen darah.
17. Menyediakan materi untuk dianalisis jika kemudian di temukan adanya reaksi yang timbul.


2.4 Diagnosa keperawatan pada Transfusi darah
1. Potensial kelebihan cairan yang berhubungan dengan infuse produk atau volume infuse
2. Potensial infeksi yang berhubungan dengan kontaminasi perlengkapan atau produk darah.
3. Kekurangan volume cairan, potensial atau actual, yang berhubungan dengan hilangnya volume darah
4. Perubahan : curah jantung menurun.
5. Perubahan suhu tubuh: hipotermia/hipertermia
6. Kuranag pengetahuan yang B/D efeksamping reaksi transfuse.
7. Potensial cidera terhadap reaksi transfuse: alergi, emboli udara, hemolitik yang berhubungan dengan produk darah.


2.5 Intervensi Sesuai dengan reaksi Yang merugikan pada Transfusi darah
REAKSI UMUM MEKANISME AWITAN PENGKAJIAN PENCEGAHAN PENATALAKSANAAN
Beban sirkulasi berlebihan Infuse yang terlalu capat meningkatkan volume vascular
melebihi volume
yang dapat di
toleransi jantung
sehingga bias
menyebabkan edema pulmonal. Setiap waktu selama atau segera setelah transfuse selesei Dipsnea, batuk ansietas, takikardi, takipnea, ortopnea, tekanan vena meningkat. Kecepatan pemberian darah atau komponen darah di sesuaikan dengan ukuran dan status kesehatan klien; berikan kemasamn sdm dan bukan darah lengkap, minimalkan jumlah pemberian normal salin yang di gunakan untuk mengencerkan SDM 1. Tinggikan kepala klien
2. Beri tahu dokter
3. Perlambat atau hentikan Transfusi
4. Berikan diuritik ban oksigen sesuai program



Sepsis ( Infeksi yang dibawa melalui aliran darah Transfusi darah atau komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri, virus atau endotoksin Selama 2 jam transfuse Mengigil demam, muntah,diarepenurunan tekanan darah yang menyolok, syok.
Jaga darah atau produk darah dengan baik sejak didonorkan sampai akhir proses pemberian. ( missal: dengan mempertahankan suhu darah yang sesuai, memulai transfuse setelah 30 menit setelah darah diambil

Read More......

ASKEP ANEMIA PADA ANAK

Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung
Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastik
Penyebab:
•agen neoplastik/sitoplastik
•terapi radiasi
•antibiotic tertentu
•obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
•benzene
•infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik
Gejala-gejala:
•Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
•Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
2. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
•Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
•Hematokrit turun 20-30%
•Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin
3. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
4. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
5. Anemia megaloblastik
Penyebab:
•Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
•Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi
6. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
•Pengaruh obat-obatan tertentu
•Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
•Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
•Proses autoimun
•Reaksi transfusi
•Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
Kemungkinan Komplikasi yang muncul
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
o Gagal jantung,
o Parestisia dan
o Kejang.
Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
o Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
o Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
o Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
Terapi yang Dilakukan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
o Transplantasi sumsum tulang
o Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
o Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
o Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
o Dicari penyebab defisiensi besi
o Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Keperawatan
a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan
b. Pucat
pasca perdarahan
pada difisiensi zat besi
anemia hemolistik
anemia aplastik
c. Mudah lelah
Kurangnya kadar oksigen dalam tubuh
d. Pusing kepala
Pasokan atau aliran darah keotak berkurang
e. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb
f. Nadi cepat
Kompensasi dari refleks cardiovascular
g. Eliminasi urnie dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine
h. Gangguan pada sisten saraf
Anemia difisiensi B 12
i. Gangguan cerna
Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan nafsu makan
j. Pika
Suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidakbergizi, Anak yang memakan sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya (PIKA)
k. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung)
l. Suhu tubuh meningkat
Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan iskemik
m. Pola makan
n. Pemeriksaan penunjang
- Hb
- Eritrosit
- Hematokrit
o. Program terafi, perinsipnya :
- Tergantung berat ringannya anemia
- Tidak selalu berupa transfusi darah
- Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala
Nilai normal sel darah
Jenis sel darah
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15), 8 – 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 – 12 Tahun 260.000
4. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
2. Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat: kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
3. Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang
III. RENCANA
1) Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue, dispneu, pusing, perubahan warna kulit, dan lainya
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan istirahat
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat : kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang, gandum,
sereal kering yang diperkaya zat besi
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat
3. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi berikan bersama jeruk
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk
5. Berikan multivitamin
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu
7. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau gelap
8. Monitor kadar Hb atau tanda klinks
9. Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet
3) Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang
Rencana Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan
5. Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan
harapan anak mau menerima
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006


Read More......

Jumat, 07 Mei 2010

Farmakologi Pankreas

Ada dua kelompok antibiotic:
1.insulin
2.obat hipoglikemi oral
Obat hipoglikemi oral adalah preparat sintetik yang merangsang pelepasan insulin. In-sulin yang dilepaskan suatuprotein yang disekresikan oleh sel beta pancreas., adalah penting untuk metabolism karbohidrat dan juga untuk memainkan peranan penting dalam metabolism protein serta lemak.

Diabetes Mellitus
Diabetus militus, suatu penyakit kronik yang terjadi akibat kekurangan metabo-lisma glukosa, disebabkan kurangnya sekresi insulin dari sel sel beta. Keadaan ini men-yebabkan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia). Diabetesmilitus ditandai oleh tiga P:
1.Poliuri (menigkatnya keluaran urin)
2.Polidipsi (meningkatnya rasa haus)
3.Polifagia (meningkatnya rasa lapar)
Obat obat tertentu meningkatkan gula darah dan dapat menyebabkan hiperglikemia pada orang yang prediabetik. Obat obat ini termasuk glokokortikoit (kortison, predni-son), diuritik tiasid (hidroklorotiazid (hidrodiuril) , dan epineprin, biasanya kadar gula darah kembali normal setelah obat dihentikan.


Insulin
Insulin dilepaskan dari sel sel beta pulau langerhans dalam responnya terdapat peningkatan glukosa darah. Pancreas secara normal mensekresikan 40-60 unit insulin setiap harinya. Insulin meningkatkan ambilan glukosa, asam amino dan asam lemak dan mengubahnya menjadi bahan bahan yang disimpsn dalam sel sel tubuh. Glukosa diubah menjadi glikogen untuk keperluan glikusa dimasa mendatang dalam hepar dan otot, se-hingga menurunkan kadar glukosa dlam darah. Insulin harus disimpan pada tempat yang sejuk atau dilemari es. Konsentrasi insulin 40 atau 100 U/ml (U/40ml, U100/ml) dan insulin dikemas dalam vial berisi 10 ml.

Read More......

Farmakologi adRenaL

Kelenjar adrenal terdiri dari medulla dan korteks. Korteks adrenal memproduk-sil, dua jenis hormone, atau kortikosteroid: glukokortikoid (kortisol) dan mineralokor-tikoid (aldosteron). Hormone korteks adrenal dapat menyebabkan retensi air dan garam, ketidakseimbangan elektrolit, volume darah meningkat, keseimbangan nitrogen nega-tive, dan penurunan ketahanan terhadap infeksi mikroba.
Kortikosteroid mempercepat retensi natrium dan ekresi kalium. Ionnatrium dire-absorbsi dari tubulus ginjal sebagaiganti dai ion kalium; ion kalium ini kemudian dieksresikan. Maka difisiensi kortikosteroid dapat menyebabkan sakit berat atau kema-tian.

Glukokortikoid
Hormone ini mempengaruhi metabolism karbohidrat, protein dan lemak serta aktivitas darah dan otot. Glokokortikoid banyak dipakai untuk mengobati banyak pen-yakit dan masalah kesehatan termasuk peradangan, alergi dan keadaan yang berat.
Decsametason (decadron) telah dipakai untuk respon peradangan karena trauma kepala atau alergi.

Farmakokinetik
Deksametason dapat diberikan secara oral, intramuskuler (suntikan yang dalam), intra vena topical, intranasal, dan salep atau tetes mata. Bentuk oral dan intramuskuler diabsorbsi dengan baik oleh mukosa gastrinterstinal dan otot. Presentase yang terikat protein tidak diketahui; waktu paruhnya 2-5 jam. Deksametaspn dimetabolisasi oleh hepar, dan sebagian kecil dieksresi melalui urin.

Farmakodinamik
Kerja utama deksametason adalah untuk menekan proses peradangan akut. Awitan kerja obat ini belum ditentukan; tetapi bentuk obat yang diberikan secara oral dan intramuskuler memiliki lama kerja yang panjang (beberapa hari).

Interaksi obat
Glokokortikoid meningkatkan potensi obat yang dipakai secara bersama sama, termasuk aspirin danobat anti inflamaogensi nonsteroid (meningkatkan reaksi peradan-gan dan tukak gastrointerstinal); diuretic tidak hemat kalium (hidrodiuril, lasix) pening-katan pelepasan kalium menyebabkan hipokalemia. Glokokortikoit bersama sama diur menurnkan efek antikoagalan oral (warfarin/coumadin)
Deksametason berinteraksi dengan banyak obat. Fenitoin, teofilin, rimfampin, barbiturate, dan antasit mengurangi kerja dematason, sedangkan aspirin, NSAID, dan esterogen meningkatkanya. Deksametason mengurangi efek antikoagulan oral dan antidiabetik oral. Ketika obat dihentikan bersama sama diuretic dan/ atau pinisilin anti-pseudomonas, kadar kalium serum dapat berkuransecaranyata. Dosis insulin atau antidiabetik oral mungkin perlu ditingkatkan, karena deksametason dapat meningkatkan kadar gula darah.


Mineralokortikoid
Mineralkortikod, tipe kedua kortiko-steroid, mensekresikan aldosteron hormone hormone ini mempertahankan keseimbangan cairan dengan meningkatkan penyerapan natrium dari tubulus ginjal. Natrium menarik air, menyebabkan retensi air jika timbul hipovolmia ( pengurangan cairan dalam sirkulasi) lebih banyak aldosteron disekresikan untuk meningkatakan retensi natrium dan air serta untuk mengimbalikan keseimbangan cairan.
Flutdrokortison (florinef) adalah suatu mineralkortikoid oral yang dapat diberi-kan bersama glukokortikoid. Obat ini dapat menyebabkan suatu keseimbangan negative nitrogen, sehingga biasanya diperlukan suatu diet tinggi protein. Karena pada pe-makaian mineralokortikoid dan glukokortikoid terjadi eksresi kalium, maka kadar kalium serum harus dipantau.

Read More......