CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 25 November 2010

Asuhan Keperawatan Emfisema

A. Pengertian
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)


B. Klasifikasi
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

C. Anatomi fi siologi




D.Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

E. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema Genetik,Paparan Debu

F. Manifestasi Klinis
Dispnea
Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
Distensi vena leher selama ekspirasi.

G. Pemeriksaan diagnostik
Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

H. Komplikasi
• Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
• Daya tahan tubuh kurang sempurna
• Tingkat kerusakan paru semakin parah
• Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
• Pneumonia
• Atelaktasis
• Pneumothoraks
I. penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum:
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator

1.Derivat Xantin

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin, aminofilin.
2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b. Ekspectoran dan Mucolitik

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

c. Antibiotik

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
3. Terapi oksigen

Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>
4. Latihan fisik

Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.

Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.

6. Fisioterapi

Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2. Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.



Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Emfisema



1. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
o Keletihan, kelelahan, malaise
o Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
o Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
o Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
o Keletihan, gelisah, insomnia
o Kelemahan umum/kehilangan massa otot

2. Sirkulasi
Gejala :
o pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
o Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
o Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
o Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
o Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
o Pucat dapat menunjukkan anemia

3. Makanan/Cairan
Gejala :
o Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
o Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
o Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
o Turgor kulit buruk, edema dependen
o Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
o Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

4. Hygiene
Gejala :
o Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :
o Kebersihan, buruk, bau badan

5. Pernafasan
Gejala :
o Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
o “Lapar udara” kronis
o Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
o Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
o Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
o Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
o Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
o Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
o Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
o Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
o Perkusi: hiperesonan pada area paru
o Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

6. Keamanan
Gejala :
o Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
o Adanya/berulangnya infeksi
o Kemerahan/berkeringat (asma)

7. Seksualitas
Gejala :
o Penurunan libido

8. Interaksi sosial
Gejala :
o Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
o Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
o Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.

9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
o Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
2.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

2. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo


3.Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o Bunyi paru bersih
o Warna kulit normal
o Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

Intervensi :
o Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
o Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
o Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
o Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
o Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
o Pantau irama jantung
o Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
o Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
o Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o TTV normal
o Balance cairan dalam batas normal
o Tidak terjadi edema

Intervensi :
o Timbang BB tiap hari
o Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
o Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
o Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
o Monitor parameter hemodinamik
o Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4.Evaluasi

Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yangmenimbulkan kecemasan yang
berkontribusi kepada intoleransi aktivitas
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang
memadai pada denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah, dan pola yang
dipantau dalam batas normal.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- hari (AKS) dengan beberapa bantuan
(misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
Menampilkan pengelolahan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

Daftar pustaka
Doenges, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tambayang, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Trerney, Lawrence. M. dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medica

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Read More......

Jumat, 19 November 2010

HIPERTENSI

A. DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darah sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg, dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, & gagal ginjal.
Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau, obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tapi penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan. Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal, dan otak. Maka konsekuensi pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, & stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Hipertrofi ini dapat diperiksa dengan EKG atau rontgen thorak. Peningkatan tahanan perifer yang dikontrol pada tingkat arteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tahanan tersebut belum banyak diketahui. Tetapi obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tahanan perifer untuk menurunkan tekanan darah & mengurangi stress pada system vaskuler.


B. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembulih darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, meyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
C. Etiologi
Berdasarkan Penyebabnya Hipertensi dibagi dalam 2 Golongan yaitu :
1. Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal.
D. Faktor Pencetus terjadinya Hipertensi
1. Obesitas / kegemukan
2. Kebiasaan merokok
3. Minuman beralkohol
4. Penyakit kencing manis dan jantung
5. Wanita yang tidak menstruasi
6. Stress
7. Kurang olah raga
8. Diet yang tidak seimbang, makanan berlemak dan tinggi kolesterol


E. Tanda dan gejala:
 Sakit kepala dan pusing
 Nyeri kepala berputar
 Rasa berat di tengkuk
 Marah/emosi tidak stabil
 Mata berkunang – kunang
 Telinga berdengung
 Sukar tidur
 Kesemutan
 Kesulitan bicara
 Rasa mual / muntah
F. Klasifikasi
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal tinggi 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
derajat 2 160 – 179 atau 100 – 109
derajat 3 180 110
Keterangan: Klasifikasi hipertensi bagi yang berumur 18 th keatas.
Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastoliknya di bawah 90 mmHg.
Tekanan darah pertama kali (mmHg) Observsi yang dianjurkan
Sistolik Diastolik
< 130 < 85 Pemeriksaan ulang dalam 2 th
130 – 139 85 – 89 Pemeriksaan ulang dalam 1 th
140 – 159 90 – 99 Dipastikan dalam 2 th
160 – 179 100 – 109 Evaluasi dalam 1 th
180  110 Evaluasi segera/dalam 1 minggu,
tergantung situasi klinis.
Keterangan: Rekomendasi untuk observasi lebih lanjut setelah pengukuran tekanan darah pertama kali.

G. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri.
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi seperti nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat mengakibatkan stroke atau serangan iskemik transien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegi) atau gangguan tajam pengluhatan.
Faktor risiko utama Kerusakan organ target
Merokok
Dislipidemia
DM
Umur diatas 60 th

Jenis kelamin (pria & wanita pasca menopause)
Riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Wanita < 65 th atau pria < 55 th. Penyakit jantung:
*Hipertrofi ventrikel kiri
*Angina/riwayat AMI
*Riwayat revaskularisasi koroner.
*Gagal jantung
Stroke & serangan iskemik selintas

Nefropati

Penyakit arteri perifer, retinopati.
Keterangan: Faktor risiko kardiovaskuler dan kerusakan organ target pada pasien hipertensi.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualtas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis termasuk: penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium, tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di atas 130 – 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Derajat hipertensi (mmHg). Kelompok resiko A (Tak ada factor resiko, tak ada kerusakan organ target). Kelompok risiko B (Minimal 1 faktor risiko, tak termasuk diabetes, tak ada kerusakan organ target). Kelompok Risiko C (Kerusakan organ target dan atau diabetes, dengan atau tanpe factor risiko lain).
Normal tinggi
(130–139/85–89)
Derajat 1
(140-159/90-99)

Derajat 2&3
(160/ 100) Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup (sampai 12 bulan)
Terapi obat Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup (sampai 6 bulan).
Terapi obat
Terapi obat

Terapi obat


Terapi obat
Keterangan: Stratifikasi risiko dan pengobatan hipertensi.

Read More......

Kamis, 18 November 2010

PARASITOLOGI

Definisi :
1. Suatu ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk semen¬tara atau tetap didalam atau dipermukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad tersebut.
2. Parasit : suatu jasad yang untuk melangsungkan hidupnya tergan¬tung jasad lain.
3. Perasitologi kedokteran : suatu ilmu yang mempelajari parasit yang menghinggapi manusia yang dapat menyebabkan penyakit serta kematian.
4. Hospes atau inang/host : jasad yang mengandung parasit


Pembagian parasit ;
1. ZOO parasit ( Binatang parasit ) : Suatu parasit pada hewan
a. Metazoa : parasit bersel banyak
Contoh : cacing, serangga
b. Protozoa : parasit bersel tunggal
Contoh : amoeba
2. Fito parasit ( parasit pada tumbuhan )
a. Bakteri
b. Jamur
3. Spirochaeta dan virus
Hubungan parasit dan hospes :
- Parasitisme : setiap hubungan timbal balik suatu species untuk kelangsungan hidupnya
- Simbiosis : Hubungan permanen antara dua jenis jasad yang tidak dapat hidup terpisah.
Simbiosis ada tiga :
1. Simbiosis mutualisme : Hubungan simbiosis yang menguntungkan bagi keduanya.
2. Simbiosis komensalisme : satu untung yang lain tidak dirugikan
3. Simbiosis parasitisme : satu untung yang lain dirugikan contohnya;virus/bakteri dgn manusia
Klasifikasi ( International Code of zoological domenclature)
parasit mempunyai tingkat :
- Fillum, misal : Nemathelmintes
- Kelas, misal : Nematoda
- Ordo, misal : Ascaridea
- Familia, misal : Ascarida
- Genus, misal : Ascaris
- Species, misal : Lumbricoides.
Dalam parasitologi dikenal dengan sistem binominal, penamaan suatu hewan genus + speciesnya.
Genus dengan awal huruf besar, misal : Entamoeba
Species dengan awal huruf kecil, misal coli .
Kriteria yang dipakai :
1. Berdasarkan morfologinya
2. Struktur genetiknya
Penyakit yang disebabkan parasit
Penularan penyakit yang disebabkan parasit mencakup tiga faktor :
1. Sumber infeksi
2. Cara penularan
3. Adanya hospes yang dapat ditulari.
Efek gabungan dari faktor- faktor ini menentukan penyebaran dan menetapnya suatu parasit pada waktu dan tempat tertentu. Karena penyakit yang disebabkan parasit sering mempunyai sifat menaun disertai sedikit atau tanpa gejala, maka seorang pen-derita mungkin menjadi pengandung parasit (carrier) tanpa memper¬lihatkan gejala-gejala klinik dan dengan demikian merupakan sumber infeksi untuk orang lain. Seorang pengandung parasit terdapat keadaan infeksi biasa yang disertai keseimbangan antara hospes dan parasit.
Cara parasit mencapai hospes yang dijangkitinya dari sumber pertama berbeda-beda, beberapa parasit memerlukan kontak langsung, parasit lain yang mempunyai lingkaran hidup komplek harus melalui berbagai stadium pertumbuhan, baik sebagai bentuk bebas maupun dalam hospes perantara, sebelum menjadi bentuk infektif, Penularan dapat terlaksana melalui kontak langsung atau tidak langsung, melalui makanan, air, tanah, hewan vertebrata dan vektor artropoda, jarang dari ibu kepada anaknya. Kemungkinan infeksi akan bertambah oleh keadaan lingkungan yang menguntungkan hidup parasit diluar badan dan oleh kurangnya sanitasi dan higiene lingkungan.
Cara hidup binatang parasit
Menurut tempat hidup parasit :
1. Ekto parasit
Parasit yang berada pada permukaan tubuh hospes
Contoh tumo rambut, jamur.
2. Endo parasit
Parasit yang berada didalam tubuh hospes pada organ tertentu.
Contoh : berbagai macam cacing berada di rongga mulut usus tubuh manusia
Menurut keperluan akan hospes
1. parasit obligat : Parasit yang tidak dapat hidup tanpa hospes tertentu.
Contoh : cacing perut tidak bisa hidup diluar tubuh manusia
2. Parasit pakultatip : Parasit yang dapat hidup tanpa hospes tertentu.
Contohnya nyamuk
Menurut jumlah hospes yang dihinggapi :
1. Monoksen parasit hanya menghinggapi satu hospes saja .
2. Moleksi : parasit dapat menghinggapi berbagai hospes.
Menurut sifat dan lamanya pada hospes
1. Parasit permanen : menetap pada hospes selama hidup
2. Parasit temporer : hanya sewaktu waktu untuk mendapatkan makanan
3. Parasit insidentil ; hanya kebetulan menghinggapi hospes yang tidak biasa, patologik menimbulkan penyakit pada hospes tertentu.contohnya;termaroda(cacing hati)
Menurut patogenitasnya
1. Parasit patogen : parasit yang menimbulkan kelainan atau penyakit pada manusia.
2. Parasit non patogen parasit yang tidak menimbulkan kelainan atau penyakit pada manusia,contoh okyuris vernicularis(cacing kermi)
3. Parasit semu atau koprozoid sekedar lewat tidak menimbulkan penyakit pads hospes.
Berdasarkan jumlah species parasit pada hospes :
Misalkan pada satu hospes terdapat satu atau dua parasit disebut multi parasit.
Macam-macam hospes :
1. Hospes -difinitif atau akhir :
Ciri-ciri ; hopes tersebut dihinggapi stadium akhir dari parasit atau dihinggapi oleh parasit yang berkelamin dewasa.
2. Hospes perantara atau intermedier
Ciri-ciri ; Hospes tersebut tempat antara parasit berkembang atau hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif dan siap ditularkan pada manusia
3. Hospes reservoir atau cadangan :
Biasanya hospes tersebut binatang yang terinfeksi bengan parasit atau hewan yang mengandung parasit, hewan tersebut berperan sebagai sumber infeksi.
4. Hospes paratenik :
Hospes yang berlaku sebagai pembawa parasit dan parasitnya tidak berkembang didalam hospes tersebut.(LALAT)
Istilah dalam parasitologi
- Zoonosis : suatu penyakit parasit pada binatang yang dapat ditularkan pada manusia, contoh : balantidiasis
- Carrier : seorang yang mengandung penyakit dalam tubuh tetapi orang tersebut tidak menampakkan adanya penyakit.
- Infeksi : masuknya atau adanya parasit da1am tubuh hospes
- Infestasi : adanya parasit dipermukaan badan hospes
- Inkubasi : waktu antara masuknya parasit dalam hospes dari per-mulaan sakitnya
- Epidemi timbal infeksi secara mendsdak yang penyebarannya cepat pada sebagian bessr penduduk, biasanya datangnya
penyakit dari luar dan menular(DB)
- Endemi : Suatu infeksi yang selalu ada pada suatu daerah (malaria)

- Insiden : kejadian sutu penyakit
- Prevalensi : jumlah seluruh kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu di suatu daerah tertentu.

Read More......

PSIKOLOGI BELAJAR

Pengertian
 Menurut Syaiful Bahrie, (2002:1) bahwa Psikologi adalah sebuah ilmu yang memperlajari tentang tingkah laku.
 Menurut Syaiful Bahrie, (2002:2) bahwa Belajar adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar.
 Jadi Psikologi belajar adalah sebuah perilaku atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia secara sadar untuk mendapatkan sebuah kesan dari apa yang dipelajari sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar.


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
 Lingkungan
 Instrumental
 Fisiologis
 Psikologis
 Kemampuan kognitif
Cara-cara belajar Efektif
 MEMBUAT PEMBAGIAN WAKTU YANG TEPAT.
 MEMBUAT RINGKASAN BUKU-BUKU PELAJARAN
 MEMBUAT CATATAN-CATATAN KULIAH
 KONTAK DENGAN DOSEN DI DALAM DAN DI LUAR JAM KULIAH
 MENGENDALIKAN DIRI SENDIRI
 SABAR, DAN SETIA
 PERCAYA DAN BERSANDAR PADA TUHAN

Read More......

PERILAKU ABNORMAL

Pengertian
Perilaku abnormal adalah sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan standart social, atau memperlihatkan kurangnya pengendalian diri terhadap emosi.



Perilaku abnormal dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
• Jumlah yang jarang ( Statistical Infrequency)
• Norma Yang Keras( Violent of Norm)
• Orang yang mengalami Stress (Personal Distress)
• Ketidakmampuan atau ketidak berfungsiaan (Dysability or Dysfunction)
Pengelompokan Perilaku Abnormal
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Intelektual.
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Perilaku
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Mood
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kecemasan (Anxiety)
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Seksual Dan Identitas Gender.
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Makan
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Masalah Tidur
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Kepribadian
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Medical
• Gangguan Yang Berhubungan Dengan Relasi Sosial.
Aksis- Aksis Dalam PPDGJ (Pedoman Panduan Diagnosis Gangguan Jiwa), antara lain:
1. Aksis I : Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan Kepribadian
2. Aksis II :Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan kemampuan Intelektual
3. Aksis III : Mengarah pada gangguan yng berhubungan dengan masalah kesehatan fisik.
4. Aksis IV : Mengarah pada gangguan yang berhubungan dengan masalah lingkungan sosial
5. Aksis V : Adalah jenis gangguan yang diderita apakah masuk dalam kategori gangguan mental berat ataukah ringan. Serta menetap atau bisa sembuh.

Read More......