CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 28 Mei 2011

CA LARING

2.1 Anatomi Laring
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilappisi oleh membran mukosa yang bersilia. Gerakan silia mendorong lapisan muskus ke posterior di dalam rongga hidung, dan reseptor di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring.
Udara mengalir dari faring menuju ke laring atau kotak suara.
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trachea. Laring adalah kotak kaku yang tidak dapat meregang, laring mengandung ruang sempit antara pita suara (glottis) dimana udara harus melewati ruangan ini. . Glotis merupakan saluran yang memisahkan antara saluran pernafasan atas dan bawah. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glottis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglottis yang berbentuka daun, berperan untuk mengantarkan makanan dan minuman masuk ke dalam esophagus. Namun jika tiada benda asing masih mampu masuk melampaui glottis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan secret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas
1. Epiglotis: ostium katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan.
2. Glotis: ostium antara pita suara dan laring.
3. Kartilago tiroid: kartilago terbesar pada trachea, sebagian dari kartilago membentuk jakun (Adam’s apple).
4. Kartilago krikoid: satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak dibawah kartilago roid).
5. Kartilago critenoid: digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
6. Pita suara: ligamen yang terkontrol oleh gesekan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring.



2.2 Definisi
Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan.
2.3 Etiologi
Penyebab belum diketahui secara pasti. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat. Seorang yang banyak memakai suara berlebihan dan salah (berteriak keras), peminum alkohol, pernah atau sering terpapar sanar radioaktif, laringitis kronis, defisiensi nutrisi (riboflavin), dan predisposisi keluarga.
2.4 Manifestasi Klinis
Paling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik seperti demam.Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut. Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara.Sesak napas terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup tumor 80%. Sesak napas tidak timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi, sehingga baru merasakan sesak bila tumor sudah besar (terlambat berobat). Stridor terjadi akibat sumbatan jalan napas.Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar berarti tumor sudah masuk dalam stadium lanjut.Bahkan kadang-kadang tumornya dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring.
Bila tumor laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga.Apabila dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau tua, sebaiknya penderita segera dirujuk.

2.5 Patofisiologi

?????????????????????????????????????????


2.6 Komplikasi
 Distress pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea)
 Hemoragi
 Infeksi
2.7 Penatalaksanaan Medis
• Terapi Radiasi
Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4.Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher.Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher.Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal.Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.
• Operasi Laringektomi
Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher.Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis tumor supra dan subglotik.Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna.Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
a. Laringektomi parsial. Laringektomi parsial direkomendasikan kanker area glotis tahap dini ketika hanya satu pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka penyembuhan yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan.
b. Hemilaringektomi atau vertikal. Laringetomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur ini, kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita suara (satu pita suara sejati dan satu pita suara palsu) dengan pertumbuhan tumor diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi. Beberapa perubahan dapat terjadi pada kualitas suara (sakit tenggorok) dan proyeksi. Namun demikian jalan nafas dan fungsi menelan tetap utuh.
c. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Laringektomi supraglotis digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis. Tulang hioid, glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan trakea tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat yang sakit. Selang trakeostomi dipasang dalam trakea sampai jalan nafas glotis pulih. Selang trakeostomi ini biasanya diangkat setelah beberapa hari dan stoma dibiarkan menutup. Nutrisi diberikan melalui selang nasogastrik sampai terdapat penyembuhan dan tidak ada lagi bahaya aspirasi. Pasca operasi pasien akan mengalami kesulitan menelan selama 2 minggu pertama. Keuntungan utama operasi ini adalah bahwa suara akan kembali pulih dalam seperti biasa. Masalah utamanya adalah bahwa kanker tersebut akan kambuh.
d. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990).Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus (Esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.
e. Obat Sitostatika
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorak
b. Foto jaringan lunak (Soft Tissue)
c. CT Scan Laring
d. Tomogram
e. Xerogram
f. MRI
g. Biopsi laring untuk diagnosa pastinya
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Data pre dan posoperasi tergantung pada tipe kusus atau lokasi proses kanker dan komplikasi yang ada.
a. INTEGRITAS EGO
Gejala : Perasaan takut akan kehilangan suara,mati, terjadi atau berulangnya kanker. Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.
Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak operasi.
b. MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala : Kesulitan menelan.
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok yang menetap.Bengkak, luka. Inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan gag reflek.
c. HIGIENE
Tanda : Kemunduran kebersihan gigi. Kebutuhan bantuan perawatan dasar.
d. NEUROSENSORI
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), ketulian.
Tanda : Hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan submandibular). Parau menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik). Kesulitan menelan. Kerusakan membran mukosa.
e. NYERI ATAU KENYAMANAN
Gejala : Sakit tenggorok kronis, benjolan pada tenggorok. Penyebaran nyeri ke telinga, nyeri wajah (tahap akhir, kemungkinan metastase). Nyeri atau rasa terbakar dengan pembengkakan (kususnya dengan cairan panas), nyeri lokal pada orofaring. Pascaoperasi : Sakit tenggorok atau mulut (nyeri biasanya tidak dilaporkan kecuali nyeri yang berat menyertai pembedahan kepala dan leher, dibandingkan dengan nyeri sebelum pembedahan).
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah dan gangguan tonus otot.
f. PERNAPASAN
Gejala : Riwayat merokok atau mengunyah tembakau. Bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, dan logam berat. Riwayat penyakit paru kronik. Batuk dengan atau tanpa sputum. Drainase darah pada nasal.
Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, dispnoe ( lanjut ), dan stridor.
g. KEAMANAN
Gejala : Terpajan sinar matahari berlebihan selama periode bertahun-tahun atau radiasi.Perubahan penglihatan atau pendengaran.
Tanda : Massa atau pembesaran nodul.
h. INTERAKSI SOSIAL
Gejala : masalah tentang kemampuan berkomunikasi, dan bergabung dalam interaksi sosial.
Tanda : Parau menetap,perubahan tinggi suara, bicara kacau, enggan untuk bicara,dan menolak orang lain untuk memberikan perawatan atau terlibat dalam rehabilitasi.

♯ Prioritas keperawatan pre dan post operasi
1. PREOPERASI
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pra dan pascaoperasi dan takut akan kecacatan.
Batasan Karakteristik : Mengungkapkan keluhan khusus, merasa tidak mampu, meminta informasi, mengungkapkan kurang mengerti dan gelisah, menolak operasi.
Goal : Cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka, melaporkan berkurangnya cemas dan takut, mengungkapkan mengerti tentang pre dan posoprasi, secara verbal mengemukakan menyadari terhadap apa yang diinginkannya yaitu menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan apa yang terjadi selama periode praoperasi dan pascaoperasi, termasuk tes laboratorium praoperasi, persiapan kulit, alasan status puasa,obat-obatan praoperasi,obat-obatan posoperasi, tinggal di ruang pemulihan, dan program paskaoprasi. Informasikan pada klien obat nyeri tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri.
R/ pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerjasama pasien.
2. Jika laringektomi total akan dilakukan, konsultasikan dulu dengan pasien dan dokter untuk mendapatkan kunjungan dari anggota klub laringektomi.Atur waktu untuk berdiskusi dengan terapi tentang alternatif metoda-metoda untuk rehabilitasi suara.
R/ mengetahui apa yang diharapkan dan melihat hasil yang sukses membantu menurunkan kecemasan dan memungkinkan pasien berpikir realistik.
3. Izinkan pasien untuk mengetahui keadaan pascaoperasi : satu atau dua hari akan dirawat di UPI sebelum kembali ke ruangan semula, mungkin ruangan penyakit dalam atau ruangan bedah.Mungkin saja akan dipasang NGT. Pemberian makan per sonde diperlukan sampai beberapa minggu setelah pulang hingga insisi luka sembuh dan mampu untuk menelan (jika operasi secara radikal di leher dilaksanakan).Alat bantu jalan napas buatan (seperti trakeostomi atau selang laringektomi) mungkin akan terpasang hingga pembengkakan dapat diatasi.Manset trakeostomi atau selang T akan terpasang di jalan napas buatan, untuk pemberian oksigen yang telah dilembabkan atau memberikan udara dengan tekanan tertentu.
R/ pengetahuan tentang apa yang diharapkan dari intervensi bedah membantu menurunkan kecemasan dan memungkinkan pasien untuk memikirkan tujuan yang realistik.
4. Jika akan dilakukan laringektomi horizontal atau supraglotik laringektomi, ajarkan pasien dan latih cara-cara menelan sebagai berikut:
Ketika makan duduk dan tegak lurus ke depan dengan kepala fleksi, letakan porsi kecil makanan di bagian belakang dekat tenggorok, tarik napas panjang dan tahan (ini akan mendorong pita suara bersamaan dengan menutupnya jalan masuk ke trakea), menelan dengan menggunakan gerakan menelan,batukan dan menelan kembali untuk memastikan tidak ada makanan yang tertinggal di tenggorok.
R/ karena epiglotis sudah diangkat pada jenis laringektomi seperti ini, aspirasi karena makanan per oral merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Belajar bagaimana beradaptasi dengan perubahan fisiologik dapat menjadikan frustrasi dan menyebabkan ansietas.Berlatih secara terus – menerus dapat membantu mempermudah belajar dan beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
b. Menolak operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pre dan paskaoperasi, kecemasan, ketakutan akan kecacatan dan ancaman kematian.
Karakteristik data : kurang kerjasama dan menolak untuk dioperasi,menanyakan informasi tentang persiapan pre dan prosedur posoperasi.
Goal : Klien akan bersedia dioperasi.
Kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka, mengatakan mengerti pre dan posoperasi, mengatakan berkurangnya kecemasan, klien dioperasi.
Rencana tindakan :
1. Kaji faktor-faktor yang menyebabkan klien menolak untuk dioperasi.
2. Anjurkan keluarga untuk memberikan suport seperti dukungan spiritual.
3. Direncanakan tindakan sesuai diagnosa keperawatan no.1.

2. POST OPERASI
a. Mempertahankan jalan napas tetap terbuka, ventilasi adekuat.
b. Membantu pasien dalam mengembangkan metode komunikasi alternatif.
c. Memperbaiki atau mempertahankan integritas kulit.
d. Membuat atau mempertahankan nutrisi adekuat.
e. Memberikan dukungan emosi untuk penerimaan gambaran diri yang terganggu.
f. Memberikan informasi tentang proses penyakit atau prognosis dan pengobatan.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan napas b/d adanya obstruksi pada jalan napas
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri b/d proses metastase sel kanker
3. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesulitan menelan sekunder terhadap laringektomi
4. Kerusakan komunikasi verbal b/d metastase sel kanker pada pita suara dan laringektomi
5. Resti komplikasi, perdarahan dan infeksi

3.3 Intervensi Keperawatan
1. Resiko Tinggi Ketidakefektifan Jalan Napas
Tujuan : Kepatenan jalan napas terpenuhi dalam wakyu 2×24 jam
Kriteria hasil : Bunyi napas bersih, frekuensi napas antara 12-24 per menit dan warna kulit normal
No INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi frekwensi atau kedalaman pernapasan.Auskultasi bunyi napas. Selidiki kegelisahan, dispnea, dan sianosis. Perubahan pada pernapasan, adanya ronki,mengi,diduga adanya retensi sekret.
2 Pertahankan elevasi bagian kepala tempat tidur 30-450 Posisi tegak lurus memungkinkan bernapas lebih baik dengan cara mengurangi tekanan abdominal pada diafragma.
3 Izinkan untuk membatukkan sekret di jalan napas yang terbuka dengan tisu. Jika tidak dapat membatukkan sekret, lakukan penghisapan jka perlu dengan menggunakan teknik aseptik. Berikan kaca dan ajarkan cara melakukan penghisapan Penghisapan berguna untuk mengeluarkan sekret dan membantu mempertahankan kepatenan alan napas. Perawatan diri meningkatkan kemandirian.
4 Berikan/ lakukan perawatan trekeostomi atau laringektomi setiap 4 jam sesuai dengan fasilitas, petunjuk pelaksanaan dan prosedur. Untuk mengangkat krusta-krusta dan mempertahankan kepatenan jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu dan pasien tidak dapat meniup lewat hidung.
5 Observasi jaringan sekitar selang terhadap adanya perdarahan. Ubah posisi pasien untuk memeriksa adanya pengumpulan darah dibelakang leher atau balutan posterior. Sedikit jumlah perembesan mungkin terjadi. Namun perdarahan terus-menerus atau timbulnya perdarahan tiba-tiba yang tidak terkontrol dan menunjukkan sulit bernapas secara tiba-tiba.
6 Ganti selang atau kanul sesuai indikasi.
Mencegah akumulasi sekret dan perlengketan mukosa tebal dari obstruksi jalan napas. Catatan : ini penyebab umum distres pernapasan atau henti napas pada paskaoperasi.
7 Pertahankan kehangatan humidifikasi yang diberikan pada jalan napas buatan Udara yang lembab dan hangat membantu mencegah kekeringan pada mukosa yang melapisi trakea
8 Jika mulai diberikan makanan per oral sementara selang trakeostomi masih terpasang, kembangkan manset trakeostomi sebelum emberikan makanan dan kempiskan manset jka pasien tidak mengeluh mual Mengembangkan manset saat makan mencegah makanan masuk ke dalam trakea.
9 Awasi seri GDA atau nadi oksimetri, foto dada. Pengumpulan sekret atau adanya ateletaksis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan tindakan terapi lebih agresif.

2. Diagnosa Keperawatan : Perubahan Kenyamanan : Nyeri
Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu 2×24 jam
Kriteria hasil : Mengangguk atau menuliskan “ya” ketika ditanya apakah nyeri yang dirasakan berkurang, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks, masukan oral meningkat.
No INTERVENSI RASIONAL
1 Berikan perawatan oral tiap 2 jam Untuk menghilangkan sakit tenggorokan dan mengontrol bau napas
2 Untuk sakit kepala, berikan analgesik sesuai dengan anjuran jika perlu dan pertahankan bagian kepala tempat tidur selalu elevasi Sakit kepala mungkin berhubungan dengan keadaan edema pasca operasi sebagai akibat pengangkatan pembuluh limfa dan vena jugularis interna. Posisi tegak lurus memungkinkan aliran cairan karena gravitasi dan membantu menurunkan tekanan.
3 Lengan dan bahu pada area operasi diberikan penahan khususnya jika dilakukan reseksi radikal di area leher Kelemahan otot diakibatkan oleh reseksi otot dan saraf pada struktur leher dan atau bahu. Kurangnya tahanan meningkatkan ketidaknyamanan dan mengakibatkan cedera pada area jahitan.
4 Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila tidak mampu menelan. Menelan menyebabkan aktivitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena edema atau regangan jahitan.
5 Selidiki perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut, jahitan tenggorok untuk trauma baru. dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi lanjut atau intervensi.Jaringan terinflamasi dan kongesti dapat dengan mudah mengalami trauma dengan penghisapan kateter dan selang makanan.
6 Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri. Evaluasi efek analgesik. Alat menentukan adanya nyeri dan keefektifan obat.
7 Anjurkan penggunaan perilaku manajemen stres, contoh teknik relaksasi, bimbingan imajinasi. Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan analgesik dan meningkatkan penyembuhan.

3. Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dalam waktu 1×24 jam
Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, masukan makanan oral meningkat, menunjukkan peningkatan BB dan penyembuhan jaringan atau insisi sesuai waktunya.
No INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau :
• Berat badan tiap minggu
• Presentase makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, jika makanan per oral dimungkinkan Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan
2 Auskultasi bunyi usus. Makan dimulai hanya setelah bunyi usus membik setelah operasi.
3 Berikan makanan melalui selang NGT sesuai dengan jadwal pemberiannya. Ajarkan kepada pasien cara memberikan makanan sendiri, contoh ujung spuit, kantong dan metode corong, menghancurkan makanan bila pasien akan pulang dengan selang makanan. Yakinkan pasien dan orang terdekat mampu melakukan prosedur ini sebelum pulang dan bahwa makanan tepat dan alat tersedia di rumah. Tambahan makanan melalui jalan alternatif diperlukan untuk memberikan nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan luka sampai makanan per oral dapat dimulai. Perawatan diri menumbuhkan kemandirian dan mempertahankan martabat orang dewasa yang saat ini terpaksa tergantung pada orang lain untuk kebutuhan sangat mendasar pada penyediaan makanan.
3 Jika dimulai pemberian makanan per oral, berikan makanan yang lembut mudah dicerna seperti kentang, nasi, dsb. Konsultasikan pada ahli diet untuk memilih makanan yang tepat jika masukan oral kurang dari 30 %. Catat tanda kepenuhan gaster, regurgitasi dan diare. Untuk mengurangi nyeri pada saat menelan. Ahli diet ialah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi kebutuhan nutrisi pasien dan bersama merencanakan diet berdasarkan kebutuhan dan kondisi pasien. Kandungan makanan dapat mengakibatkab ketidaktoleransian GI, memerlukan perubahan pada kecepatan atau tipe formula.
4 Jika makanan per oral sudah dibolehkan, tunggu pasien selama makan. Telaah teknik menelan untuk meminimalkan aspirasi. Ijinkan pasien untuk makan sendirian, ketika pasien sedah mampu makan per oral tanpa batuk Kesulitan menelan dan batuk karena makan per oral dapat mencetuskan ansietas. Pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten, dapat bertindak cepat ketika terjadi aspirasi, dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien berkonsentrasi sehingga dapat menelan dengan baik
5 Lakukan tindakan-tindakan untuk memulihkan kekeringan mulut (xerostomia) sbb :
• Berikanlah permen keras dan agak asam untuk dihisap jika tidak ada kontraindikasi
• Anjurkan pasien untuk menggunakan saliva buatan (Salivart, Xerolube dan Moister)
• Mintakan kepada ahli gizi untuk menambah lemon/ jeruk pada setiap makanannya
• Instruksikan kepada pasien untuk melembabkan mulutnya dengan cairan sebelum meletakkan makana di mulut
• Lembabkan makanan yang kering denagn air sayur aau kuah daging Mulut yang terlalu kering memungkinkan kegagalan menelan. Tindakan tersebut membantu meningkatkan kelembaban mulut
6 Berikan obat anti muntah jika perlu Untuk mengontrol mualdan muntah
7 Konsultasikan dengan dokter jika batuk berlebihan pada saat makan per oral Makanan melalui selang NGT perlu dimulai

4. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Komunikasi Verbal
Tujuan : Pasien dapat berkomunikasi dalam waktu 2×24 jam
Kriteria hasil : Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode berbicara yang tepat setelah sembuh. Ekspresi wajah rileks saat berkomunikasi, dapat menggunakan tulisan untuk berkomunikasi tanpa menunjukkan rasa frustasi
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji atau diskusikan praoperasi mengapa bicara dan bernapas terganggu,gunakan gambaran anatomik atau model untuk membantu penjelasan. Untuk mengurangi rasa takut pada klien.
2 Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain seperti pendengaran dan penglihatan. Adanya masalah lain mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
Beritahu kehilangan bicara sementara setelah laringektomi sebagian dan atau tergantung pada tersedianya alat bantu suara. Memberikan dorongan dan harapan untuk masa depan dengan memikirkan pilihan arti komunikasi dan bicara tersedia dmungkin.
2 Tempatkan pasien di ruangan yang dekat ke tempat perawat. Pertahankan posisi bel pada posisi yang mudah dicapai setiap saat. Tempatkan pemberitahuan ( mis : “laringektomi” atau “tidak dapat bicara”) pada sistem intercome di tempat perawat untuk mengingatkan staf perawat. Untuk pergi melihat ruangan pasien ketika lampu alarm menyala. Juga berikan tanda di alas tempat tidut pasien (laringektomi) untuk memberikan perhatian kepada tim kesehatan lainnya bahwa individu tersebut tidak dapat bicara. Keamanan meningkat dapat meminimalkan frustasi, ketika pasien dapat menyampaikan kebutuhannya
3 Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien misalnya papan dan pensil, papan alfabet atau gambar, dan bahasa isyarat. Memungkingkan pasien untuk menyatakan kebutuhan atau masalah. Catatan : posisi IV pada tangan atau pergelangan dapat membatasi kemampuan untuk menulis atau membuat tanda.
Berikan waktu yang cukup untuk komunikasi. Kehilangan bicara dan stres menganggu komunikasi dan menyebabkan frustrasi dan hambatan ekspresi, khususnya bila perawat terlihat terlalu sibuk atau bekerja
Berikan komunikasi non verbal, contoh sentuhan dan gerak fisik. Mengkomunikasikan masalah dan memenuhi kebutuhan kontak dengan orang lain
Dorong komunikasi terus-menerus dengan dunia luar contoh koran,TV, radio dan kalender. Mempertahankan kontak dengan pola hidup normal dan melanjutkan komunikasi dengan cara lain.
Ingatkan pasien untuk tidak bersuara sampai dokter memberi izin. Meningkatkan penyembuhan pita suara dan membatasi potensi disfungsi pita permanen.
4 Jika terapis bicara tidak datang pada periode praoperasi, maka aturlah agar terapi bicara dapat mengunjungi dan merencanakan waktu diskusi untuk rehabilitasi bicara Rehabilitasi bicara merupakan bagian penting dalam pendidikan kesehatan tentang bagaimana utuk menjadi mandiri dalam kehidupan sehari-hari, bagi pasien post laringektomi total. Kemampuan untuk menggunakan pilihan suara dan metode bicara (contoh bicara esofageal) sangat bervariasi, tergantung pada luasnya prosedur pembedahan, usia pasien, dan motivasi untuk kembali ke hidup aktif. Waktu rehabilitasi memerlukan waktu panjang dan memerlukan sumber dukungan untuk proses belajar.
5 Informasikan kepada orang terdekat tentang teknik yang digunakan pasien untuk mengkomunikasikan kebutuhannya Untuk mempertahankan hubungan dengan orang terdekat

5. Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Komplikasi, Perdarahan dan Infeksi
Tujuan : Tanda-tanda infeksi dapat segera diobservasi dalam waktu 1×24 jam
Kriteria hasil : Tidak ada infeksi pada luka dan perdarahan
No INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau :
• Masukan dan haluaran setiap 8 jam
• Tanda-tanda vital setiap 4 jam
• Keadaan luka tiap 8 jam
• Jumlah dan warna cairan drainase dari alat drainase luka tiap 8 jam Untuk mengidentifikasi, kemajuan yang dicapai atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan
2 Konsultasikan dengan dokter jika ada banyak cairan warna merah tertampung di alat drainase luka dalam 1 jam. Diharapkan jumlah cairan sedikit atau sedang dan drainase berupa serosanguinosa ( kurang dari 75 ml) dalam waktu 24 jam pertama, dan penurunan drainase setiap harinya Drainase berwarna merah yang mengalir terus menerus merupakan tanda perdarahan
3 Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda sbb :
• Tanda-tanda terjadinya hematoma (pembengkakan)
• Terbentuknya fistula kelenjar saliva( kemerahan, pembengkakan, meningkatnya suhu tubuh, meningkatnya nyeri tekan di kulit dekat garis jahitan) Komplikasi tersebut memperlambat penyembuhan luka
4 Ganti balutan jika perlu dan gunakan teknik aseptik. Konsultasi dengan dokter jika terjadi tanda-tanda infeksi pada luka seperti kemerahan, drainase purulen, bau napas tak enak, meningkatnya nyeri tekan, demam. Berikan antibiotik yang diresepkan dan evaluasi keefektifannya Balutan yang bersih dan kering mengurangi pertumbuhan bakteri. Teknik antiseptik membentu mencegah infeksi pada luka. Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi

3.4 Implementasi
Perawat melakukan tindakan-tindakan yang telah direncanakan sesuai dengan kondisi pasien saat ini sebagai upaya untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya, yaitu penyakit ca laring.

3.5 Evaluasi
a. Ventilasi atau oksigenasi adekuat untuk kebutuhan individu.
b. Komunikasi dengan efektif.
c. Komplikasi tercegah atau minimal.
d. Memulai untuk mengatasi gambaran diri.
e. Proses penyakit atau prognosis dan program terapi dapat dipahami.

Read More......

ISSUE LEGAL DAN TANTANGAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGATURAN PRAKTEK KEPERAWATAN

2.1 FALSFAH PRAKTIK KEPERAWATAN
Sebagian besar dasar falsafah praktik keperawatan professional disusun merujuk kepada konsep praktik keperawatan professional dan teori keperawatan. Falsafah praktik keperawatan secara umum mengandung dasar-dasar pemikiran yang sama untuk mengemban tugas keperawatan,tetapi di setiap Negara,pernyataan yang disusun juga disesuaikan dengan nilai dan latar belakang budayanya.
Dalam Lokakarya Nasional bulan Januari 1983 telah disepakati adanya profesionalisasi keperawatan dengan menetapkan pengertian keperawatan, falsafah keperawatan, serta peran dan fungsi perawat.
Pernyataan falsafah keperawatan di Indonesia
1. Perawat merupakan bantuan,diberikan karena adanya kelemahan fisik an mental, keterbatasan pengetahuan , serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari.
2. Kegiatan dilakukan dalam upaya penyembuhan , pemulian, serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayaab utama (PHC) sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika keperawatan.
FalsafahKeperawatan dari lokakarya 1983 dapat dipakai sebgai kerangka untuk menyusun falsafah praktik keperawatan kita tidak dapat hanya mengacu kepada satu teori keperawatan, namun falsafah harus menjelaskan berbagai pandangan dasar tentang hakikat manusia da esensi keperawatan sehingga dapat dijadikan kerangka dasar yang kokh bagi pratik keperawatan.



2.2 PENGERTIAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL
Praktik keperawata adalah: Tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
Karakteristik praktik keperawatan professional
1. Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang akan memengaruhi prose asuhan melalui peran professional.
2. Akuntabilitas (accountability), yaknu tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan tanggung jawab kepada klien,diri sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan
3. Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision ,making), berarti sesuai denagn kewenangannya dengandilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan keputusan (judgment) pada tiap tahapproses keperawatan dalam menyelesaikan masalah klien.
4. Kolaborasi,atinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun lintas sector dengan berbagai disiplin dalam mengakse masalh klien dan membantu klien menyelesaikannya.
5. Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hakl klien untuk mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi masalahnya, serta behadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas (sistem at large).
6. Fasilitasi (Facilitation), artinya mampu memberdayakan klien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan potensi dari organisasi dan sistem klien keluarga dalam asuhan.
2.3 HAKIKAT PRAKTIK KEPERAWATAN
Pada hakikatnya, keperawatan sebagai profesi senantiasa mengabdi kepada kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan klien diatas kepentingan sendiri, bentuk pelayanan bersifat humanistik, menggunakan pendekatan secara holistik, dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat kepperawatan serta menggunakan kode etik sebagai tuntutan utama dalam melaksankan asuhan keperawatan.
Hubungan profesional perawat klien yang pada hakikatnya mengacu pada sistem interaksi antara perawat klien secara positif atau mengadakan hubungan terapeutik yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukan memberikan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk berkembang lebih baik.
Karakteristik hubungan profesional
1. Berorientasi pada kebutuhan klien
2. Diarahkan pada pencapaian tujuan
3. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah klien
4. Memahami kondisi klien dengan berbagai keterbatasannya
5. Memberikan penilaian berdasarkan norma yang disepakati antara pearawat klien
6. Berkewajiban memberi bantuan pada klien agar mampu menolong dirinya secara mandiri
7. Berkewajiban untuk membina hubungan berdasarkan pada rasa percaya
8. Bekerja sesuai kaidah etik untuk menjaga kerahasiaan klien dan hanya menggunakan informasi untuk kepentingan dan persetujuan klien
9. Berkewajiban menggunakan komunikasi efektf dalam memenuhi kebutuhan klien
Dengan terciptanya hubungan profesional perawat-klien, maka perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan atau praktisi keperawatn akan mendapat suatu kepercayaan (profesional trust)

2.4 FOKUS PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL
Praktik keperawatan tidak boleh terlepas dari upaya kesehatan masyarakat dunia dan sistem kesehatan nasional. Fokus utama keperawatan saat ini adalah kesehatan masyarakat dengan target populasi total. Manusia tidak dipandang hanya dari aspek fisik tetapi dipandang sebagai makhluk yang holistik yang terdiri atas bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual.
Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) harus diupayakan pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarkat, perawatan diri dan peningkatan kepercayaan diri.
Praktik keperawatan meliputi 4 area yang terkait dengan kesehatan (kozier dan erb,1990), yaitu
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
2. Pencegahan penyakit
3. Pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
4. Pemulihan kesehatan (health restoration) dan
5. Perawatan pasien menjelang ajal

2.5 LINGKUP KEWENANGAN PERAWAT
Kewenangan perawat adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan, dan posisi yang dimiliki. Lingkup kewenangan perawat dalam ptaktik keperawatan profesional pada kondisi sehat dan sakit sepanjan daur kehidupan (mulai dari konsepsi sampai meninggal dunia), mencakup hal-hal berikut:
1. Asuahan keperawatan anak, yaitu asuhan keperawatan yang diberikan pada anak berusia mulai dari 28 hari sampai 18 tahun.
2. Asuhan Keperawatan maternitas, yaitu asuhan keperawatanm klien wanita pada masa subur dan neonatus (bayi baru lahir-28 hari) dalam keadaan sehat
3. Asuhan keperawatan medikal-bedah, yaitu asuhan pada klien usia diatas 18tahun-60tahun dengan gangguan fungsi tubuh baik karena trauma/kelainan fungsi tubuh
4. Asuhan keperawatan jiwa, yaitu asuhan kepearawatan pada semua usia yang mengalami berbagai masalah kesehatan jiwa
5. Asuhan keperawatan keluarga, yaitu asuhan keperawatan pada klien keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat sebagai akibat pola penyesuaian keluarga yang tidak sehat sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga
6. Asuahan kepearawatan komunitas, yaitu asuhan keperawatan pada klien masyarakat pada kelompok diwilayah tertentu pada semua usia sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
7. Asuhan keperawatan gerontik, yaitu asuhan keperawatan pada usia 60 tahun keatas yang mengalami masalah penuaan dan permasalahannya.

2.6 SISTEM PENGATURAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Praktik keperawatan perlu diatur dengan seperangkat undang-undang/peraturan yang mengatur praktik yang bermutu. Pengaturan ini diperlukan karena beberapa alsan berikut.
Perlindungan terhadap masyarakat
1. Alasan utama perlunya pengaturan praktik keperawatan yakni mengacu kepada azas untuk melindungi masyarakat penggunan jasa pearawat. Azas ini dapat dilaksanakan apabila ada seperangkat undang-undang/peraturan yang mengatur praktik keperawatan, sehingga praktik yang dilaksanakan bermutu. Masyarakat akan terlindung terhadap tindakan kelalaian atau tidak tepat dalam praktik kepearwatan tersebut.
2. Dengan berkembangnya IPTEK dan berdampak pula terhadap pendidikan dasar masyarakat yang makin meningkat, maka masyarakat semakin kritis dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu.
3. Era sejagatan atau globalisasi sudah diambang pintu yang akan ditandai dengan adanya pasar bebas, tempat disetiap negara dapat menawarkan produk dan jasanya ke Indonesia, termasuk jasa keperawatan
Perlindungan terhadap perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan(care provider)
1. Mencegah penyimpangan atau malpraktek
Pada dasarnya setiap profesi bertanggung jawab terhadap kinerjanya dan harus dapat mempertanggung jawabkan pelayanan yang diberikan. Untuk itu perlu adanya undang-aundang atau peraturan yang mengaturnya sehingga lingkup prakter keperawatan dan bats kewenangan menjdi jelas.
2. Otonomi perawat
Setiap profesi seyogyanya memiliki otonomi yang luas untuk mengatur ketentuan praktek yang akan dilaksanakan termasuk keperawatan. Hal ini dimungkinkan karena keperawatan memiliki ilmu dan kiat yang mendasari praktek profesionalnya.



3. Globalisasi
Memasuki era globalisasi tenaga perawat Indonesia diharapkan mampu bersaing dengan perawat yang dating dari luar negeri.

Tujuan Perapan system regulasi atau penaturan praktek keperawatan
Ssisten regulasi merupakan sustu mekanisme pengaturan yang harus ditempuh oleh setiap tenaga keperawatan yang ingin untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada klien.
Tujuan pokok system regulasi:
1. Menciptakan lingkungan system keperawatan yang didasarkan keinginan merawat(caring environment)
2. Menjamin bektuk keperawatan yang aman bagi klien.
3. Meningkatkan hubungan kesejawatan(kolegialitas).
4. Mengembangkan jaringan kerja yang bermanfaat bagi klien
5. Meningkatkan tanggung jawab professional dan social.
6. Meningkatkan advokasi bagi klien.
7. Meningkatkan system pencatatan dan pelaporan keperawatan.
8. Menjadi landasan untuk mengembangan karier tenaga keperawatan.


2.7 ISSUE LEGAL DALAM KEPERAWATAN BERKAITAN DENGAN HAK PASIEN
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.
Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

2.8 HAK ASASI MANUSIA
Menurut sifatnya hak asasi manusia biasanya dibagi atau dibedakan dalam beberapa jenis (Prakosa, 1988), yaitu :
1. Personal Rights (hak-hak asasi pribadi)
2. Property Rights (hak asasi untuk memilih sesuatu)
3. Rights of legal equality
4. Political Rights (hak asasi politik)
5. Social and Cultural Rights (hak-hak asasi sosial dan kebudayaan)
6. Procedural Rights.

HAK PASIEN ANTARA LAIN :
• Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di RS dan mendapat pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
• Memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yg bermutu
• Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dgn keinginannya dan sesuai dgn peraturan yang berlaku di RS
• Meminta konsultasi pada dokter lain (second opinion) terhadap penyakitnya
• “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya
• Mendapatkan informasi yg meliputi : penyakitnya, tindakan medik, alternative terapi lain, prognosa penyakit dan biaya.
• Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat
• Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
• Hak didampingi keluarga dalam keadaan kritis
• Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
• Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
• Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
• Hak didampingi perawat/keluarga pada saat diperiksa dokter
• Hak pasien dalam penelitian (Marchette, 1984; Kelly, 1987)

KEWAJIBAN PERAWAT :
• Wajib memiliki : SIP, SIK, SIPP
• Menghormati hak pasien
• Merujuk kasus yang tidak dpt ditangani
• Menyimpan rahasia pasien sesuai dgn peraturan perundang-undangan
• Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
• Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat sesuai dgn kondisi pasien baik scr tertulis maupun lisan
• Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yg berlaku
• Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik
• Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
• Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dg kewenangan
• Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
• Mentaati semua peraturan perundang-undangan
• Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya.

HAK-HAK PERAWAT
Hak perlindungan wanita.
Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.
Hak mendapat upah yang layak.
Hak bekerja di lingkungan yang baik
Hak terhadap pengembangan profesional.
Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.


2.9 MASALAH LEGAL DALAM KEPERAWATAN
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat :
a. Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan cedera.
b. Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
c. Fitnah
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau tertulis.
d. False imprisonment
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.
e. Penyerangan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.
f. Pelanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya. Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu adalah tindakan yang melawan hukum.
g. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien.Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling rentan. Biasanya, pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.
2.10 KEPERAWATAN DI INDONESIA
Seiring dengan era reformasi dan era globalisasi di Indonesia saat ini, juga diikuti dengan perubahan pemahaman terhadap konsep sehat-sakit, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi tentang determinan kesehatan yang bersifat multifaktorial . Kondisi ini mendorong pembangunan kesehatan nasional ke arah paradigma baru yaitu paradigma sehat. Dalam perkembangannya keperawatan mengalami pasang surut sekaligus babak baru bagi kehidupan profesi keperawatan di Indonesia.

Gambaran Keperawatan di Indonesia
Kondisi keperawatan di Indonesia memang cukup tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Piliphina, Thailand, dan Malaysia, apalagi bila ingin disandingkan dengan Amerika dan Eropa. Pendidikan rendah, gaji rendah, pekerjaan selangit inilah paradoks yang ada. Rendahnya gaji menyebabkan tidak sedikit perawat yang bekerja di dua tempat, pagi hingga siang di rumah sakit negeri, siang hingga malam di rumah sakit swasta. Dalam kondisi yang demikian maka sulit untuk mengharapkan kinerja yang maksimal. Apalagi bila dilihat dari rasio perawat dan pasien, dalam satu shift hanya ada 2-3 perawat yang jaga sedangkan pasien ada 20-25 per bangsal jelas tidak proporsional(Yusuf,2006).

Jumlah perawat yang menganggur di Indonesia ternyata cukup mencengangkan. Hingga tahun 2005 mencapai 100 ribu orang. Hal ini disebabkan kebijakan zero growth pegawai pemerintah, ketidakmampuan rumah sakit swasta mempekerjakan perawat dalam jumlah memadai, rendahnya pertumbuhan rumah sakit dan lemahnya kemampuan berbahasa asing. Ironisnya, data WHO 2005 menunjukkan bahwa dunia justru kekurangan 2 juta perawat, baik di AS, Eropa, Australia dan Timur Tengah. Fakta lain di lapangan, saat ini banyak tenaga perawat yang bekerja di rumah sakit dan puskesmas dengan status magang (tidak menerima honor seperserpun) bahkan ada rumah sakit yang meminta bayaran kepada perawat bila ingin magang. Alasan klasik dari pihak rumah sakit “mereka sendiri yang datang minta magang”. Dilematis memang, tinggal di rumah menganggur , magang di rumah sakit/puskesmas tidak dapat apa-apa . Padahal kalau kita menyadari sebenarnya banyak sekali kesempatan dan tawaran kerja di luar negeri seperti :USA,. Canada, United Kingdom (Inggris), Kuwait, Saudi Arabia, Australia, New Zaeland, Malaysia, Qatar, Oman, UEA, Jepang, German, Belanda, Swiss (Yusuf, 2006).

Kemampuan bersaing perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipines dan India masih kalah . Pemicu yang paling nyata adalah karena dalam system pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia”sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global. Salah satu tolak ukur kualitas dari Perawat di percaturan internasional adalah kemampuan untuk bias lulus dalam Uji Kompetensi keperawatan seperti ujian NCLEX-RN dan EILTS sebagai syarat mutlak bagi seorang perawat untuk dapat bekerja di USA. Dalam hal ini kualitas dan kemampuan perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan (Muhammad, 2005)

Sejak disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983, terjadilah pergeseran paradigma keperawatan dari pelayanan yang sifatnya vokasional menjadi pelayanan yang bersifat professional. Keperawatan kini dipandang sebagai suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio,psiko,sosio dan spiritual yang komperehensif, dan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang baik yang sehat maupun yang sakit dan mencakup seluruh siklus hidup manusia . Sebagai profesi yang masih dalam proses menuju “perwujudan diri”, profesi keperawatan dihadapkan pada berbagai tantangan. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi domain yaitu; Keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan, dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan sistem pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada suprasystem dan pranata lain yang terkait (Yusuf, 2006).
Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukuhkan keperawatan sebagai suatu profesi di Indonesia. Adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen semakin menuntut perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara profesional menjadi suatu keharusan dan kewajiban yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Penguasaan Ilmu dan keterampilan, pemahaman tetang standar praktik, standar asuhan dan pemahaman hak-hak pasien menjadi suatu hal yang penting bagi setiap insan pelaku praktik keperawatan di Indonesia (Yanto, 2001)
Konsekuensi dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang sesuai dan memadai. Rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta (Kompas, 2001)
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di Indonesia juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan Perawat yang melakukan “Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan” yang sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri. Hal tersebut telah membuat profesi Perawat di pandang rendah oleh profesi lain. Banyak hal yang menyebabkan hal ini berlangsung berlarut-larut antara lain:
a. Kurangnya kesadaran diri dan pengetahuan dari individu perawat itu sendiri.
b. Tidak jelasnya aturan yang ada serta tidak tegasnya komitmen penegakan hukum di Negara Republik Indonesia.
c.Minimnya pendapatan secara finansial dari rekan-rekan perawat secara umum
d.Kurang peranya organisasi profesi dalam membantu pemecahan permasalah tersebut.
e.Rendahnya pengetahuan masyarakat, terutama di daerah yang masih menganggap bahwa Perawat juga tidak berbeda dengan “DOKTER”atau petugas kesehatan yang lain (Muhammad, 2005)
Kondisi Sistem Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Pengakuan body of knowledge keperawatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya body of knowledge tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan tidak lagi dianggap sebagai suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang kedudukannya sejajar dengan profesi lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum untuk mempersiapkan perawat menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti. Kurikulum ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat profesional. Program Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program Magister Keperawatan dan Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau. Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006). Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang berstatus milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar 20.000 – 23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010 sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui program “health project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no. 0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad (2005) adalah :
1. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
2. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
4. institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan keperawatan
5. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
6. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan keperawatan
7. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan pembinaan.

Trend Dan Isu Keperawatan Di Indonesia
Salah satu masalah kesehatan yang menonjol di Indonesia semenjak otonomi daerah adalah kasus gizi buruk. Salah satu cara pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan revitalisasi untuk menghidupkan kembali konsep Posyandu melalui konsep Desa Siaga. Kebijakan pemerintah ini dapat mengalami hambatan untuk diwujudkan karena tidak melibatkan perawat untuk ambil bagian dari desa siaga tersebut, yang disebabkan kurangnya pemahaman pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut atau memang sengaja pemerintah untuk tidak melibatkan perawat. Padahal dengan adanya spesialisasi keperawatan komunitas dan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat, tenaga keperawatan dapat memberikan kontribusi yan maksimal dalam penyukseskan program desa siaga.
Saat ini masih terjadi persepsi yang keliru si masyarakat tentang profesi keperawatan di Indonesia. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalahan informasi yang mereka terima dan kenyataan di lapangan. Kondisi ini didukung pula dengan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan perawat seperti mengambilkan stetoskop, tissue untuk para dokter. Masih banyak para perawat yang tidak percaya diri ketika berjalan dan berhadapan dengan dokter. Paradigma ini harus dirubah, mengikuti perkembangan keperawatan dunia. Para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan
Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggungjawab dan berperan penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkuwalitas dan berdedikasi. Pemilik dan pengelola insititusi pendidikan keperawatan yang sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi dapat menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada. Hal ini dapat di ukur dengan kalah bersaingan para Perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipina dan India. Pemicu yang paling nyata adalah karena dalam system pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia”sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global.Disisi lain dengan berkembangnya pola pelayanan kesehatan di Indonesia memberikan kesempatan pada perawat untuk memperluas peran dan fungsinya, sehingga perlu ditunjang dengan latar belakang jenjang pendidikan tinggi dalam bidang keperawatan termasuk pendidikan spesialistik, sehingga mampu bekerja pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti penurunan mutu pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2003.
Menurut Muhammad (2005) dan kompas (2001), Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tenaga perawat yang menganggur , antara lain :
1. Mengembangkan praktik mandiri keperawatan secara berkelompok maupun individu untuk konsultasi, melakukan kunjungan rumah, hospice care untuk pasien terminal
2. Perawat bisa bekerja di perusahaan untuk menjaga kesehatan pekerja dan kecelakaan kerja
3. Perawat dapat melakukan dan terlibat secara aktif dalam melakukan riset dan penelitian di bidang keperawatan
4. Pemerintah memfasilitasi dan menggalakkan penempatan tenaga perawat di luar negeri bagi perawat yangmemenuhi kualifikasi.
5. Memberi sangsi kepada rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan yang memberikan gaji di bawah standar.

Pada akhirnya keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri, Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.


Read More......

KELAINAN MATA LUAR

2.1 KONSEP MEDIS

2.1.1 ENTROPION
A. DEFINISI
Entropion adalah inverse atau membaliknya margo papebral (tepi kelopak mata) ke dalam yang menyebabkan trikiasis dengan segala akibat pada kornea.
Trikhiasis adalah bulu mata mengenai kornea dan dapat disebabkan oleh entropion, epiblefaron atau hanya disebabkan pertumbuhan yang salah arah. Keadaan ini menyebabkan iritasi kornea dan mendorong terjadinya ulserasi. Penyakit-penyakit peradangan kronik kelopak mata seperti blefaritis dapat menyebabkan terjadinya parut folikel bulu mata dan menyebabkan pertumbuhan yang salah arah.
Distichiasis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya bulu mata tambahan, yang sering tumbuh dari muara kelenjar meibom. Kelainan ini kongenital atau disebabkan oleh perubahan-perubahan metaplastik kelenjar-kelenjar di tepi kelopak mata. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)


B. ETIOLOGI
Entropion dapat disebabkan oleh involsi (spatik, ketuaan), mekanis, sikatrik, atau konginetal. Entropion involusional paling sering dan menurut definisi terjadi akibat dari proses penuaan. Ganggguan ini mengenai kelopak bagian bawah dan merupakan akibat gabungan kelumpuhan otot-otot retraktor kelopak bawah, migrasi ke atas muskulus orbikularis preseptal, dan melipatnya tepi tarsus atas.
Entropion sikatriks dapat mengenai kelopak atas atau bawah dan disebabkan oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Gangguan ini paling sering di temukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti trakhoma. Dapat juga akibat spasme otot orbikularis okuli.
Pada entropion kongenital, tepi tepi kelopak mata memutar ke arah kornea, sementara pada epiblefaron kulit dan otot pratasalnya menyebabkan bulu mata memutari tepi tarsus. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

Entropion bisa hadir pada saat lahir (bawaan).Pada bayi, jarang menyebabkan masalah karena bulu mata yang sangat lembut dan tidak mudah merusak kornea. Pada orang tua, kondisi ini biasanya disebabkan oleh kejang dan melemahnya otot-otot sekitar bagian bawah mata. Hal ini menyebabkan kelopak mata untuk berbalik ke dalam. (www.whereincity.com, 9 Mei 2011, 14.20)

C. TANDA DAN GEJALA

1. Perasaan bahwa ada sesuatu di mata
2. Kemerahan dari bagian putih mata
3. Iritasi mata atau rasa sakit
4. Sensitivitas terhadap cahaya dan angin
5. Berair mata (berlebihan robek)
6. Lendir debit dan pengerasan kulit kelopak mata
7. Kelopak mata defiasi ke dalam
8. Penurunan visi, terutama jika kornea rusak
9. konjungtiva tampak meradang (konjungtiva bulbi merah)
10. abrasi kornea karena gesekan dari bulumata sehingga kornea keruh atau mungkin terjadi ulkus kornea.(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.15)

D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling serius yang berhubungan dengan entropion adalah iritasi kornea dan kerusakan. Karena bulu mata dan kelopak mata yang terus-menerus mengusap kornea, lebih rentan terhadap kerusakan kornea dan borok, yang dapat menyebabkan kerugian permanen penglihatan. Obat tetes mata pelumas dan salep dapat membantu melindungi kornea dan mencegah kerusakan sampai menjalani operasi untuk memperbaiki entropion. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.15)

E. PEMERIKSAAN
Biasanya, entropion dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mata rutin dan pemeriksaan fisik. Dokter mungkin menarik pada kelopak mata klien selama ujian, atau meminta klien untuk menutup mata dengan tegas, untuk menilai posisi kelopak mata klien di mana, serta otot dan sesak.
Jika entropion disebabkan oleh jaringan bekas luka atau operasi sebelumnya, dokter akan memeriksa jaringan di sekitarnya juga. Memahami bagaimana kondisi lainnya menyebabkan entropion adalah penting dalam memilih perawatan yang benar atau teknik bedah.(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.15)

F. PENATALAKSANAAN
Perbaikan jangka pendek dapat digunakan jika klien tidak dapat mentoleransi pembedahan atau klien harus menunda itu. Perawatan sementara yang efektif mencakup:
a) Kulit tape atau epilasi silia. Kulit tape transparan khusus dapat diterapkan pada kelopak mata klien agar kelopak mata tidak kembali mengarah ke dalam. Tempatkan salah satu ujung pita rendah dekat bulu mata klien, lalu tarik ke bawah dengan lembut dan pasang ujung pita ke pipi bagian atas klien tegangannya mengarah ke temporal dan inferior. Mintalah dokter untuk menunjukkan teknik yang benar dan penempatan rekaman itu.
b) Jahitan yang memutar luar kelopak mata. Prosedur ini dapat dilakukan di kantor seorang dokter dengan anestesi lokal. Setelah mata mati rasa, dokter menempatkan 2-3 jahitan di lokasi tertentu sepanjang kelopak mata terpengaruh. Jahitan putar luar kelopak mata, dan jaringan parut sehingga tetap dalam posisi bahkan setelah jahitan dihapus. Ada kemungkinan tinggi pada kelopak mata klien akan otomatis kembali ke dalam, dalam waktu beberapa bulan jahitan, bagaimanapun, jadi bukanlah solusi jangka panjang.
c) OnabotulinumtoxinA (Botox). Sejumlah kecil onabotulinumtoxinA disuntikkan di kelopak mata bawah bisa berubah keluar kelopak mata. Klien akan mendapatkan serangkaian suntikan dan efek akan bertahan sampai enam bulan. Perawatan ini dapat membantu jika klien memiliki entropion kejang sementara segera setelah operasi mata yang lain, karena entropion akan menyelesaikan sendiri sebelum efek toksin botulinum habis
• Tindakan operasi
Entropion biasanya memerlukan pembedahan. Ada beberapa teknik bedah yang berbeda untuk entropion, tergantung pada penyebab dan kondisi jaringan di sekitarnya. Sebelum operasi, klien akan menerima anestesi lokal untuk kelopak mati rasa, dan klien mungkin akan dibius dengan obat-obatan (IV) oral atau intravena untuk membantu agar klien merasa lebih nyaman.
Jika entropion disebabkan oleh relaksasi otot dan ligamen akibat penuaan, dokter mungkin akan menghapus sebagian kecil dari kelopak mata bawah, yang berfungsi untuk mengencangkan otot-otot tendon dan tutupnya. Klien akan memiliki beberapa jahitan di sudut luar mata, atau tepat di bawah kelopak mata bawah.
Jika klien memiliki jaringan bekas luka atau operasi sebelumnya, ahli bedah mungkin perlu menggunakan cangkok kulit, diambil dari kelopak mata atas atau di belakang telinga klien, untuk memperbaiki entropion tersebut.
Setelah operasi, klien dapat memakai penutup mata selama 24 jam, dan kemudian menggunakan salep antibiotik dan steroid pada mata beberapa kali sehari selama satu minggu. Klien juga dapat menggunakan kompres dingin secara periodik untuk mengurangi memar dan pembengkakan, serta asetaminofen (Tylenol, dll) untuk rasa sakit. Hindari obat yang mengandung aspirin, karena obat tersebut dapat meningkatkan resiko perdarahan.
Pada awalnya kelopak mata klien mungkin merasa tidak nyaman. Kebanyakan orang mengatakan bahwa gejala mereka lega segera setelah operasi. Klien akan mendapatkan jahitan yang dihapus sekitar seminggu setelah operasi. Selama setidaknya satu operasi bulan berikutnya, berhati-hati untuk tidak menarik pada kelopak mata klien ketika menerapkan obat tetes mata.
Meskipun jarang, perdarahan atau infeksi adalah resiko operasi. Klien mungkin akan mengalami pembengkakan sementara, dan kelopak mata klien mungkin akan sedikit memar setelah operasi.
Untuk meringankan gejala entropion sampai klien menjalani operasi, klien dapat mencoba:
a) pelumas Eye dan buatan. air mata salep membantu melindungi kornea mata Anda dan tetap dilumasi. Cobalah menerapkan salep mata sebelum tidur, dan kemudian memakai perisai mata semalam untuk menyegel kelembaban.
b) Kulit tape. Gunakan tape kulit di bawah mata Anda untuk menarik kelopak mata Anda turun dan menghidupkan sementara rendah tutupnya Anda keluar. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.15)
Jika entropion tidak diobati, borok mata bisa terbentuk. Dengan operasi, kelopak mata bisa berubah ke luar ke posisi normal, melindungi mata. (www.kellogg.umich.edu, 9 Mei 2011, 14.00)

2.1.2 EKSTROPION
A. DEFINISI
Ektropion adalah eversi (terkulai keluarnya) margo palpebra sehingga sebagian konjungtiva tampak dari luar. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

B. ETIOLOGI

Ekstropion dapat disebabkan relaksasi orbicular baik karena proses umur maupun karena kelumpuhan saraf fasial. Sikatrik juga dapat menyebabkan ekstropion.Ekstropion dapat mengenai palpebra superior dan inferior (Palpebra inferior lebih banyak terkena), mengakibatkan eversi pungtum lakrimal yang menyebabkan epifora dan pada akhirnya dapat menimbulkan eksim pada kulit palpebra inferior dan karena kontraksi jaringan parut dari tempat tersebut timbullah kelainan bentuk yang memperberat ekstropionnya. Konjungtiva yang tampak dari luar menjadi hipertropi dan merah. Selain itu epifora menyebabkan air mata jatuh ke pipi dan enzyme lisozime pada air mata dapat menyebabkan ekskoriasi kulit. (Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984)

C. TANDA GEJALA
Biasanya, bila kita berkedip, kelopak mata mendistribusikan air secara merata di seluruh mata, sebagai pelumas. Hal ini menguras air mata ke dalam lubang kecil di bagian dalam kelopak mata (puncta). Bila klien memiliki ectropion, kelopak mata bawah menarik diri dari mata dan air mata tidak mengalir ke puncta dengan benar, menyebabkan sejumlah tanda dan gejala berikut:
• Iritasi air mata. Stagnan atau kekeringan dapat mengiritasi mata, menyebabkan rasa panas dan kemerahan pada kelopak mata dan bagian putih mata pada ektropion hebat karena palpebra tak dapat menutup dengan sempurna dan tidak memungkinkan air mata membersihkan permukaan anterior mata secara adekuat.
• Berlebihan sobek. Tanpa drainase air mata mungkin kolam renang yang terus-menerus mengalir di atas kelopak mata. Banyak orang dengan ectropion mengeluh mata berair atau cengeng.
• Kekeringan yang berlebihan dapat. Ectropion menyebabkan mata merasa kering, berpasir. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.20)

D. KLASIFIKASI
Ektropion terbagi menjadi 5 yaitu :
1. Ektropion Sikatrik
2. Ektropion Mekanis
3. Ektropion Senilis/atonik
4. Ektopion Paralitik dan
5. Ektoipon Spastic.
(www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 13.26)
E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling serius yang berhubungan dengan ectropion adalah iritasi dan kerusakan kornea. Karena ekstropion daun kornea menjadi terbuka sehingga lebih rentan terhadap pengeringan. Hal ini dapat menyebabkan lecet kornea dan borok, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerugian permanen penglihatan. Obat tetes mata pelumas dan salep dapat membantu melindungi kornea dan mencegah kerusakan sampai ekstropion diperbaiki. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.20)

F. PEMERIKSAAN

• Pemeriksaan mata rutin
• Pemeriksaan fisik
(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.20)

G. PENATALAKSANAAN
1) Perawatan dan obat-obatan
a. Kompres hangat, 3-4 kali sehari selama 10-15 menit.
b. Obat tetes mata dan salep dapat digunakan untuk mengelola gejala dan melindungi kornea sampai pengobatan tetap dilakukan. Sebagian besar kasus ekstropion memerlukan operasi.

2) Peregangan jaringan parut
Perawatan ini dapat dipertimbangkan jika ekstropion disebabkan oleh bekas luka berkembang yang pengetatan atau menarik pada kulit Anda. Memijat jaringan bekas luka, suntik dengan steroid atau melakukan keduanya dapat membantu untuk memodifikasi bekas luka dan meringankan ekstropion tersebut. Namun, metode ini mungkin tidak efektif.

3) Operasi
Ada beberapa teknik bedah yang berbeda untuk ekstropion, tergantung pada penyebab dan kondisi jaringan di sekitarnya kelopak mata. Sebelum operasi, klien akan menerima anestesi lokal untuk mata mati rasa dan area sekitarnya. Klien mungkin akan dibius menggunakan oral atau intravena (IV) obat intravena agar lebih nyaman, tergantung pada jenis prosedur dan apakah operasi dilakukan di klinik bedah rawat jalan.
Jika ekstropion disebabkan oleh relaksasi otot dan ligamen akibat penuaan, dokter mungkin akan menghapus sebagian kecil dari kelopak mata bawah, yang mengencangkan otot-otot tendon dan kelopak mata. Klien akan memiliki beberapa jahitan di sudut luar mata atau tepat di bawah kelopak mata bawah. Secara umum, prosedur ini relatif sederhana.
Jika klien memiliki jaringan parut dari operasi cedera atau sebelumnya, ahli bedah mungkin perlu menggunakan cangkok kulit, diambil dari kelopak mata atas atau di belakang telinga klien, untuk membantu mendukung kelopak mata lebih rendah. Jika klien memiliki kelumpuhan wajah atau jaringan parut yang signifikan, hasil dari operasi kurang dapat diprediksi, dan lebih dari satu prosedur yang mungkin diperlukan sebelum ekstropion benar-benar terselesaikan.
Setelah operasi, klien mungkin harus memakai penutup mata selama 24 jam, dan kemudian menggunakan salep antibiotik dan steroid pada mata beberapa kali sehari selama satu minggu. Klien juga dapat menggunakan kompres dingin secara periodik untuk mengurangi memar dan pembengkakan, serta asetaminofen (Tylenol, others) untuk rasa sakit. Hindari obat yang mengandung aspirin, karena obat tersebut dapat meningkatkan resiko perdarahan.
Pada awalnya kelopak mata klien mungkin terasa ketat. Kebanyakan orang mengatakan bahwa gejala ekstropion mereka lega segera setelah operasi. Klien akan mendapatkan jahitan yang dihapus sekitar seminggu setelah operas, dan klien dapat mengharapkan pembengkakan dan memar memudar dalam waktu sekitar dua minggu.
Meskipun jarang, perdarahan atau infeksi adalah resiko operasi. klien mungkin akan mengalami pembengkakan sementara, dan jaringan tutupnya mungkin agak memar setelah operasi.

Tips ini gaya hidup mungkin meredakan ketidaknyamanan sampai klien menjalani operasi:
 Gunakan pelumas mata. Untuk membantu melindungi kornea mengancam kerusakan-visi, gunakan air mata buatan dan salep mata untuk menjaga kornea sebagai pelumas. Menggunakan salep mata dan perisai kelembaban, yang dipakai di atas mata, yang sangat berguna dalam semalam.
 Usap mata dengan hati-hati. Terus mengusap mata berair dapat membuat mata di bawah-otot dan tendon meregang lebih jauh lagi, membuat ekstropion buruk. Jika klien harus menghapus mata, gunakan up-dan-bergerak, mengusap dari luar mata atas dan ke arah hidung.
 Gunakan pita kulit. Untuk sementara kencangkan kelopak mata rendah dan meringankan beberapa gejala ekstropion. Klien dapat menggunakan tape kulit pada sisi mata. Mintalah dokter untuk mendemonstrasikan penggunaan yang benar dan posisi tape kulit sebelum mencobanya.
(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.20)

2.1.3 HORDEOLUM
A. DEFINISI
Hordeolum (Stye) adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya timbul dalam beberapa hari dan bisa sembuh secara spontan. (www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 13.40)

B. ETIOLOGI
Hordeolum adalah infeksi supuratif (akut) pada kelenjar minyak di dalam kelopak mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya disebabkan oleh bakteri stafilokokus). (Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984) Hordeolum sama dengan jerawat pada kulit. Hordeolum kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis. Hordeolum bisa timbul secara berulang.
Hordeolum lebih umum pada orang dewasa daripada anak-anak, mungkin karena kombinasi kadar androgen yang lebih tinggi (dan viskositas peningkatan sebum), insiden yang lebih tinggi meibomitis, dan rosacea pada orang dewasa. Namun, hordeolum dapat terjadi pada anak-anak.(www.emedicine.medscape.com, 9 Mei 2011, 14.25)

C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan nanah terdapat dalam lumen kelenjar bisa mengenai kelenjar Meibom, Zeis dan Moil. Apabila yang terkena kelenjar Meibom, pembangkakan agak besar, disebut hordeolum internum. Penonjolan pada hordeolum ini mengarah kekulit kelopak mata atau kearah konjungtiva. Kalau yang terkena kelenjar Zeis dan Moil, penonjolan kearah kulit palpebra, disebut hordeolum eksternum. (Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984)


D. TANDA GEJALA
Hordeolum biasanya berawal sebagai kemerahan pada konjuntiva, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata. Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Biasanya hanya sebagian kecil daerah kelopak mata yang membengkak, meskipun kadang seluruhnya membengkak. Di tengah daerah yang membengkak seringkali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan. Bisa terbentuk abses (kantong nanah) yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah nanah. Hordeolum interna dapat memecah ke arah kulit atau ke permukaan konjungtiva. Hordeolum eksterna selalu pecah ka arah kuit. (www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 13.40)

E. KLASIFIKASI
Hordeolum terbagi atas 2 jenis yaitu
1. Hordeolum eksternum
Adalah infeksi yang terjadi dekat kelenjar zeis dan Moll,tempat keluarnya bulu mata(pada batas palpebra dan bulu mata).
2. Hordeolum internum
Adalah infeksi pada kelenjar meibom sebasea. hordeolum yang terbentuk pada kelenjar yang lebih dalam. Gejalanya lebih berat dan jarang pecah sendiri, karena itu biasanya dokter akan menyayatnya supaya nanah keluar. (www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 13.40)

F. KOMPLIKASI
Lesi besar dari kelopak mata atas dapat menyebabkan penurunan visi sekunder untuk astigmatisme diinduksi atau hyperopia dihasilkan dari mendatarkan kornea pusat. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.49)


G. PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan, suatu nodul subkutan tender eritematosa terdapat di dekat margin kelopak mata, yang mungkin mengalami pecah spontan dan drainase. Jika edema cukup banyak, maka mungkin sulit untuk meraba adanya satu benjolan diskrit. Nodul ini dapat unilateral atau bilateral, satu atau beberapa. Tidak ada indikasi untuk memeriksa tingkat serum lipid.
Karsinoma sel basal atau karsinoma sel sebasea kelopak mata dapat misdiagnosed klinis sebagai hordeolum yang berulang, oleh karena itu pemeriksaan histopatologi sangat penting dalam menentukan diagnosis, terutama pada pasien dengan lesi persisten atau berulang. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.49)

H. DIAGNOSA BANDING
1. Basal Cell Carcinoma
2. Selulitis
3. Chalazion
4. Kelenjar sebaceous Carcinoma
5. Karsinoma Sel Skuamosa
(www.emedicine.medscape.com, 9 Mei 2011, 14.25)


I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu kompres hangat 3-4 kali sehari selama 10-15 menit, menjaga kebersihan kelopak mata dan pijat selama 10 menit 4 kali per hari. Bila dalam 48 jam tidak terjadi penyembuhan, perlu dilakukan tindakan insisi dan drenase bahan purulen. Pada permukaan konjungtiva dilakukan insisi vertical untuk menghindari terpotongnya kelenjar meibom, dan bila hordeolum mengarah ke kulit dilakukan insisi horizontal untuk mengurangi jaringan parut. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

1) Tindakan prainsisi:
• Buat klien nyaman
• Jika klien gelisah berikan penyuluhan kesehatan dan perawat tetap berada di samping klien
2) Tindakan pascainsisi:
• Tutup mata dengan bebat berat
• Beritahu keluarga cara membuka bebat
• Observasi kurang lebih1/2jam sebelum pulang
• Tutup mata dan bebat dibiarkan di tempatnya kira-kira 4 jam,kemudian di buka secara hati-hati dan mata di kompres dengan salin hangat secara hati-hati.
• Mata mungkin tampak memar sehingga anjurkan klien untuk memakai kacamata
Salep antibiotika local (basitrasin atau eritromisin) diberikan setiap 3 jam dan antibiotika sistemik diberikan bila terjadi selulitis. Doksisiklin oral juga dapat ditambahkan jika ada riwayat lesi multipel atau berulang atau jika ada meibomitis signifikan dan kronis.
Hordeolum internal terkadang berkembang menjadi chalazia, yang mungkin memerlukan steroid topikal, steroid intralesi, atau insisi bedah dan kuretase. (www.emedicine.medscape.com, 9 Mei 2011, 14.25)

J. PENCEGAHAN
Cobalah untuk mencegah kambuh dengan meminimalkan atau menghilangkan faktor resiko, seperti blepharitis dan disfungsi kelenjar meibomian, melalui kebersihan kelopak mata dan kompres hangat. (www.emedicine.medscape.com, 9 Mei 2011, 14.25)


2.1.4 CHALAZION
A. DEFINISI
Chalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada kelenjar meibom. Sebagai akibatnya terjadilah suatu peradangan lipogranuloma kronik kelenjar Meibom. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

B. TANDA GEJALA
1. Dimulai dengan inflamasi ringan, nyeri tekan dan kelemahan serupa hordeolum. Dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda radang akut.
2. Kemudian ditandai edema terbatas pada kelenjar bertahap tanpa rasa sakit dan berkembang dalam beberapa minggu, keras pada perabaan, melekat pada tarsus akan tetapi lepas dari kulit.
3. Pada keadaan matang tanda keradangan tidak ada.
4. Lebih banyak terletak pada pelpebra bagian konjungtiva yang mungkin sedikit merah atau meninggi.
5. Jika cukup besar dan tanpa penanganan, dapat menekan kornea/bola mata dan menyebabkan gangguan refraksi (astigmat).
6. Jika cukup besar dapat mengganggu penglihatan atau secara kosmetik mengganggu.
7. Klien dapat mengeluh kelelahan, sensitive terhadap cahaya dan epifora.
(www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 14.17)

C. PATOFISIOLOGI
Pada awalnya, kalazion tampak dan terasa seperti hordeolum, kelopak mata membengkak, nyeri dan mengalami iritasi.Beberapa hari kemudian gejala tersebut menghilang dan meninggalkan pembengkakan bundar tanpa rasa nyeri pada kelopak mata dan tumbuh secara perlahan.Di bawah kelopak mata terbentuk daerah kemerahan atau abu-abu. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan chalazion laboratorium jarang di minta, namun pemeriksaan patologik menunjukken proliferasi endotel asinus dan respon radang granulomatosa yang mencakup sel-sel kelenjar mirip Langerhans. Biopsi di indikasikan untuk chalazion yang kambuh, karena tampilan karsinoma kelenjar meibom dapat mirip chalazion. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

E. KOMPLIKASI
 Astigmatisme
 Entropion
 Keratitis Superfisial
(www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 14.17)

F. PENATAKSANAAN
Berikan kompres hangat. Apabila tidak terjadi penyembuhan perlu dilakukan eksisi. Eksisi bedah dilakukan melalui sayatan vertikal ke dalam kelenjar tarsal dari permukaan konjungtiva, diikuti kuritase materi gelatinosa dan epitel kelenjarnya dengan hati-hati. Penyuntikan steroid ke dalam lesi saja ada manfaatnya untuk lesi kecil, dan dikombinasikan dengan tindakan bedah untuk kasus sulit.
Tindakan Pacainsisi:
• Berikan salep mata antibiotika atau sulfa.
• Tutup mata dengan bebat tekan.
• Observasi kira-kira ½ jam sebelum pulang.
• Beritahu keluarga cara membuka bebat.
• Tutup mata dan bebat dibuka setelah 4-6 jam, kemudian dibuka secara hati-hati dan mata dikompres dengan salin hangat secara hati-hati. Setelah dikompres, berikan antibiotika tetes mata seperti gentamisin atau sodium sulfasetamid sesuai program.
• Anjurkan klien melakukan pijatan pada palpebra 2 kali sehari, karena setelah eksisi, ruangan yang yang ditinggalkan kalazion akan diisi oleh darah beku. Absorbsi darah beku ini dapat dipercepat dengan pijatan.
(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 13.49)

2.1.5 PTOSIS
A. DEFINISI
Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal (kelopak mata turun/menggantung) ketika memandang lurus ke depan, tidak seperti mata normal pada umumnya.
Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Normalnya kelopak mata terbuka adalah = 10 mm. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior (otot kelopak mata atas). Rata – rata lebar fisura palpebra / celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 11 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah = 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 1 atau 2 mm kebawah masih dapat dikatakan normal, termasuk ptosis ringan, jika menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang, dan jika menutupi kornea 4 mm termasuk ptosis berat. (www.dechacare.com, 9 Mei 2011, 14.53)

B. ETIOLOGI
Ptosis dapat bersifat kongenital dapat didapat herediter dari keduanya. Bila akibat ptosis sebagian dari pupil tertutup, biasanya penderita mengatasi dengan menaikkan alis mata. Ini biasanya pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopi. Ptosis yang disebabkan oleh disthropi otot berlangsung secara pelan-pelan tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit. (Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984)

C. TANDA GEJALA
1. Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.
2. Kesulitan membuka mata secara normal.
3. Peningkatan produksi air mata.
4. Adanya gangguan penglihatan.
5. Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.
6. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas. (www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 14.49)


D. KLASIFIKASI
Klasifikasi penting agar pengobatan memadai. Skema Beard yang di revisi mencoba menggolongkan ptosis menurut etiologi.
A. Kelainan Perkembangan Levator
Ptosis akibat kelainan perkembangan levator dulu di golongkan sebagai ptosis kongenital sejati adalah akibat distrofi otot-otot levator yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi serat-serat otot. Ptosis berada pada posisi primer memandang ke atas dan gangguan penutupan saat melihat ke bawah. Keterlambatan palpebra untuk diagnosis kelainan perkembangan levator. Kelainan mata lain seperti strabismus menyertai ptosis kongenital ini.
B. Jenis Ptosis Miogenik
Blepharophimosis mencakup 5% dari kasus kongenital. Fungsi levator yang buruk. Ptosis yang berat disertai dengan telecanthus, lipat epicanthus, dan ektropion sikatrik palpebra inferior. Keadaan ini bersifat familier. Ptosis dan kelemahan muka dapat pula di temukan pada distrofi miotonik. Gejala lainnya adalah katarak, kelainan pupil. Botak frontal,atrofi testes, dan diabetes. Ptosis dan diplopia seringkali merupakan manisfestasi awal dari miastenia gravis. Penanganan medik biasanya pada awalnya efektif, namun tindakan bedah ptosis seringkali harus dilakukan. Timektomi mungjin bermanfaat pada kasus kambuh. Bila penutupan palpebra dan fenomena bell terganggu, masalah-masalah keratitis terpajan yang sulit dapat menjadi komplikasi bedah ptosis.
C. Ptosis Aponeurotik
Bentuk umum ptosis terjadi pada kehidupan lanjut dan terjadi akibat disinsersi parsial atau putusnya aponeurosis laevator dari tarsus. Umumnya, terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat mengangkat palpebra saat melihat ke atas. Tetap tersisanya perlekatan aponeurosis levator ke kulit dan muskulus oblikularis menghasilkan lipatan palpebra yang lebih tinggi. Dapat pula penipisan palpebra, kadang-kadang bayangan iris tampak berbayang melalui kulit palpebra superior. Trauma seringkali penyebab disinsersi levator.
D. Ptosis Neurogenik
Pada sindrom Marcus Gunn (‘’fenomena berkedip-rahang’’). Mata membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan. Muskulus levator yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang-cabang motorik nervus trigemibus dan nervus okulomotoris. Kelumpuhan okulomotorius total atau parsial disebabkan oleh trauma.
E. Ptosis Mekanik
Palpebra superior terhalang untuk membuka sempurna karena efek sebuah massa sebuah neoplasma atau efek tambatan dari pembentukan parut. Pemendekan horizontal palpebra superior yang berlebihan adalah penyebab umum dari ptosis mekanik. Bentuk lain adalah yang terlihat setelah enukleas,karena tidak adanya penunjang ke levator oleh bola mata memungkinkan palpebra untuk jatuh.
F. Ptosis Nyata
Hipotropia dapat memberikan gambaran ptosis. Bila mata melihat ke bawah, palpebra superior turun melebihi palpebra inferior. Fissura palpebra yang menyempit dan palpebra superior yang ptotik jauh lebih nyata dari bola mata yang hipotropik. Namun penutupan mata sebelah akan mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. (Vaughan, Daniel G, Taylor Asbury dan Paul Riordan Eva. 2000)

E. PEMERIKSAAN
Ketika melakukan pemeriksaan, yang pertama kali diperhatikan adalah penyebab dari ptosis itu sendiri. Dibawa sejak lahir atau disebabkan oleh penyakit tertentu atau disebabkan oleh trauma. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan:
1. Tes tajam penglihatan, tes kelainan refraksi, hasil refraksi dengan sikloplegic juga harus dicatat.
2. Kelainan strabismus / mata juling.
3. Produksi air mata (Schirmer test).
4. Diameter pupil dan perbedaan warna iris pada kedua mata harus diperiksa pada kasus Horner Syndrome.
5. Tinggi kelopak mata atau fissure palpebra diobservasi dan diukur. Pengukuran dilakukan dalam millimeter (mm), di ukur berapa besar mata terbuka pada saat melihat lurus / kedepan, melihat ke atas dan kebawah.
6. Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata.
(www.mayoclinic.com, 9 Mei 2011, 14.49)


F. PENATALAKSANAAN
Pasien harus dievaluasi setiap 3 atau 4 bulan untuk menangani amblyopia pada congenital katarak. Foto luar mata dapat membantu memonitor pasien.Guliran kepala harus diperhatikan , jika pasien sering mengangkat dagunya (chin up posture), menandakan bertambah buruknya ptosis, disarankan untuk melakukan operasi harus diperiksa akan adanya astigmatisme disebabkan tekanan dari kelopak mata.
Kalau ptosis sedikit, tidak terdapat kelainan kosmetik dan tidak pula terdapat kelainan visus, lebih baik dibiarkan saja. Ptosis biasanya tidak terperbaiki dengan waktu, dan membutuhkan operasi sebagai penyembuhan, khususnya operasi plastic dan reconstructive. Operasi ini ditujukan untuk memperkuat otot levator palpebra dan aponeurosis atau menggantungkan palpebra pada muskulus frontalis. Koreksi ptosis dengan operasi pada kasus congenital ptosis dapat dilakukan pada berbagai usia, tergantung dari keparahan penyakitnya. Intervensi awal dibutuhkan jika terdapat tanda–tanda amblyopia dan ocular torticollis. (Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984)

2.2 KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, pekerjaan.
a. Umur : Hordeolum lebih umum pada orang dewasa daripada anak-anak
b. Jenis kelamin : laki-laki > perempuan .(www.emedicine.medscape.com, 9 Mei 2011, 14.25)

II. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan bengkak pada kelopak matanya.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Hordeolum biasanya berawal sebagai kemerahan pada konjuntiva, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata. Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Biasanya hanya sebagian kecil daerah kelopak mata yang membengkak, meskipun kadang seluruhnya membengkak. Sebagian besar pasien tidak mengetahui bahwa kemerahan pada konjungtivanya tersebut merupakan tanda awal dari penyakit hordeolum.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pada pasien yang sudah pernah menderita hordeolum, kemungkinan besar dapat berulang jika terkontaminasi bakteri stafilokokus yang menyebabkan mata menjadi berair dan kemerahan pada konjungtiva.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Jika ada anggota keluarga yang menderita hordeolum, kemungkinan besar anggota keluarga yang lain dapat tertular penyakit tersebut karena penyebaran bakteri stafilokokus sangat cepat dan menginfeksi pada kelenjar minyak pada kelopak mata menyebabkan pembentukan nanah dalam lumen kelenjar.

VI. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pada pasien hordeolum akan terjadi gangguan konsep diri terutama gambaran diri, sehingga pasien akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.

VII. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan tajam penglihatan ( visus ) menggunakan kartu snelen : Huruf, angka, huruf E, arah kaki ( buta huruf- pra sekolah ). Kartu snelen yang ditempatkan 5 – 6 m di tempat yang cukup terang tapi tidak menyilaukan kemudian mata diperiksa sebelah-sebelah.
Penilaian :
o Bila pasien hanya dapat mengenali sampai pada huruf baris yang berkode 20 m dan pasien berjarak 5 m dari kartu maka tajam penglihatan 5 / 20.
o Bila huruf terbesar ( kode 60 m ) tidak terbaca, dekatkan kartu snelen sampai pasien dapat melihat huruf pada jarak berapa.
contoh : Pada jarak 2 m baru dapat mengenal huruf yang terbesar →tajam penglihatan 2 / 60
o Bila huruf terbesar tidak adapat dikenal maka hitung jari : yaitu tangan digerakkan vertikal atau horizontal → dapat mengenal atau tidak.
o Menghitung jari, goyangan tangan, persepsi cahaya oleh mata normal masih dapat dikenal pada jarak terjauh : 60 m, 300m dan tidak terhingga. Maka tajam penglihatan : 1/60, 1/300, 1/∞ .
o Bila persepsi cahaya → dari mana arah cahaya yang datang.
o Bayi / Anak → reaksi meraih benda, arah tetap, reaksi pupil, refleks menghindari cahaya.
b. Kedudukan Bola Mata
• Normal → sejajar ( orthoforia )
• Apakah ada :
1) Exoftalmus ( menonjol keluar )
2) Enoftalmus ( masuk / kebelakang )
3) Estropia ( juling kedalam )
4) Ekstropia ( juling keluar )
c. Gerak Bola mata :
• Apakah terganggu kearah tertentu → Parese
• Apakah ada Nistagmus ( mata bergerak-gerak )
d. Palpebra :
 Superior :
1) Bengkak difus → Sindrom nefrotik, anemia, reaksi alergi, Hipertiroid.
2) Ekimosis (perubahan warna ) → Trauma
3) Merah → radang, tekanan.
4) Ektropion ( kelopak mata melipat keluar )
5) Entropion ( kelopak mata melipat kedalam )
6) Ptosis → Paralisis, meningitis, BBLR.
7) Bengkak berbatas tegas → Kalazion / Herdoulum.
8) Lagoftalmus ( kelopak mata sulit menutup ).
9) Sikatrik, jaringan parut.
 Inferior :
1) Bagaimana fungsi eksresi lakrimal
2) Bengkak, merah, keluar sekret.
e. Konjungtiva :
• Apa ada papil, sikatrik, hordeolum.
• Warna :
1) merah → Peradangan.
2) Pucat → Anemia
3) Kuning → Hati
f. Konea :
 Mikro / makro kornea → Kerosis kornea
 Edema – Keratomalasia ( lembek dan menonjol )
 Erosi – Stapilo kornea ( korneo menonjol )
 Ulkus
 Sikatrik
 Perforasi kornea
g. Sklera :
Normal : Warna putih
Nyeri tekan → robekan kornea.
h. Iris :
 Normal → warna sama kedua mata
 Warna berbeda → kelainan kongenital.
i. Pupil :
• Reaksi terhadap cahaya.
1) Normal → isokor
2) Apakah midriasis / miosis
3) Hipus ( berubah-ubah )
4) Oklusi pupil ( tertutup jaringan karena radang )
5) Seklusi pupil ( seluruh lingkaran pupil melekat pada dataran depan lensa ).
6) Diameter pupil normal → 3-4 mm.
j. Lensa :
 Jernih / keruh
 Letaknya normal / tidak
 Katarak total / parsial

B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah insisi).
2. Gangguan sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri , kemungkinan kehilangan penglihatan, kebutuhan tak terpenuhi, bicara negatif tentang diri sendiri.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhungan dengan kurang mengenal sumber, kurang mengingat,salah intepretasi informasi.
5. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer sementara dan kedalaman persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
6. Resiko tinggi nyeri terhadap kerusakan pelaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan pembedahan mata

C. INTERVENSI
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah insisi).
Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak di dapat di terapkan, adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Hasil yang diharapkan : meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen,eritema,dan demam.
Tindakan /Intervensi
a. Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
R/ Menurunkan jumlah bakteri pada tangan,mencegah kontaminasi daerah area operasi.
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan,ganti balutan,dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
R/Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang diopersi.
R/Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4. Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak mata yang bengkak, drainase purulen,
R/Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
b. Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi:
• Antibiotik (topikal, parenteral, atau subkonjungtival)
R/Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan steroid mungkin ditambahkan pada antibiotik topikal bila pasien mengalami inflamasi
• Steroid
R/Digunakan untuk menurunkan inflamasi.
2. Gangguan sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
Kemungkinan di buktikan oleh : Menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respons biasanya terhadap rangsang.
Hasil yang diharapkan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas kondisi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan, mengidentifikasi/ memperbaiki potensial/ bahaya dalam lingkungan.
Tindakan/Intervensi
a. Mandiri
1. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
R/Kebutuha individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihtan terjadi lambat dan progesif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan, staf, orang lain diareanya.
R/Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3. Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anatesi.
R/Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat menyebabkan bingung pada orang tua. Menurunkan risiko jatuh bila pasien bingung.
4. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
R/Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
R/Gangguan penglihata/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan. Catatan : iritasi lokal harus dilaporkan ke dokter , tetapi jangan hentikan penggunaan obat sementara.
3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri , kemungkinan kehilangan penglihatan, kebutuhan tak terpenuhi, bicara negatif tentang diri sendiri.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Ketakutan, ragu-ragu menyatakan masalah tentang perubahan hidup
Hasil yang diharapkan : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat di atasi, menunjukkan keterampilan dalam pemecahan permasalahan.
Tindakan/Intervensi
a. Mandiri
1. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
R/Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, pontesial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
R/Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
R/Memberikan kesempatan untuk pasien untuk menerima situasi nyata mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
R/Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhungan dengan kurang mengenal sumber, kurang mengingat,salah intepretasi informasi.
Kemungkinan di buktikan oleh : Pertanyaan,pernyataan salah konsepsi ; Tak akurat mengikuti intruksi; Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan : Menyatakan pemahaman kondisi,prognosis; mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala; melakukan prosedur dengan benar.
Tindakan/Intervensi
1. Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi, contoh gelang Waspada Medik.
R/Vital untuk memberikan informasi pada perawat pada kasus darurat untuk menurunkan resiko menerima obat yang kontradiksikan.
2. Tunjukkan teknik yang benar untuk pemberian obat tetes mata.
R/Meningkatkan keefektifitasan pengobatan.
3. Kaji pentingnya mempertahankan jadwal pengobatan.
R/Penyakit ini dapat dikontrol, bukan di obati dan mempertahankan konsistensi progam pengobatan.
4. Identifikasi efek samping/reaksi yang merugikan dari pengobatan
R/ Efek samping obat mempengaruhi rentang dari tak nyaman sampai ancaman kesehatan berat.

5. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer sementara dan kedalaman persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Batasan karakteristik : observasi terhadap tameng atau pelindung pada salah satu mata, dapat erbemtuk pada perabotan rumah, dapat mengungkapkan kesulitan melihat.
Hasil pasien : mendemonstrasikan tak ada cidera.
Criteria evaluasi : tak ada memar pada kaki, menyangkal jatuh, tak ada tanda manifestasi peningkatan tekanan itraokular atau perdarahan.
Intervensi:
1. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk member tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu ambulasi tanpa bantuan.
R/ Beberapa kehilangan kejadian tentang keseimbangan dapat terjadi bila mata ditutup, khususnnya pada lansia.
2. Instruksikan pasien untuk memutar kepala dengan lengkap pada sisi yang di operasi bila berjalan untuk menjamin jalan bebas. Pertahankan tameng/pelindung mata terpasang sesuai arah untuk mencegah cidera kecelakaan pada mata.
R/ Kehilangan penglihatan perifer bila mata ditutup dengan tameng atau pelindung.
3. Mulai tindakan-tindakan untuk mencegah peningkatan TIO :
• Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira-kira 450 unyuk 24 jam pertama
• Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan kepala lebih rendah dari panggul, dan mengejan
• Berikan antiemetic sesuai resep untuk keluhan-keluhan mual
• Berikan pelunak feses yang diresepkan bila riwayat konstipasi. Biarkan penggunaan kamar mandi regular daripada pispot karena menggunakan kamr mandi mengakibatkan peningkatan TIO sedikit.
R/ Peningkatan TIO meningkatkan nyeri dan resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan mata

6. Resiko tinggi nyeri terhadap kerusakan pelaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan pembedahan mata
Batasan karakteristik : mengungkapkan nyeri ringan dan sensasi gatal pada mata yang di operasi, mengerutkan dahi, merintih
Hasil pasien : mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata
Criteria evaluasi : menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi wajah rileks
Intervensi:
1. Berikan analgesic resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Bila tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian obat
R/ Analgesic memblok jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan ringan diperkirakan
2. Berikan antiinflamasi dan agen antiinfeksi oftalmik yang diresepkan
R/ Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi
3. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik aseptic. Ikuti kewaspadaan umum (teknik mencuci tangan yang baik sebelum dan setelah perawatan luka, menggunakan sarung tangan bila berhubungan dengan darah atau cairan tubuh bila terjadi). Jarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan menggunakan teknik aseptic dalam persiapan untuk pulang. Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah. Jelaskan tujuan kompres
R/ Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri

D. IMPLEMENTASI
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah insisi).
a. Mendiskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
b. Menggunakan/ menunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan,ganti balutan,dan memasukan lensa kontak bila menggunakan.
c. Menekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang diopersi.
d. Mengobservasi/mendiskusikan tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak mata yang bengkak, drainase purulen.
e. Memberikan obat sesuai indikasi: Antibiotik (topikal, parenteral, atau subkonjungtival), steroid

2. Gangguan sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
a. Menentukan ketajaman penglihatan, mencatat apakah satu atau kedua mata terlibat.
b. Mengorientasikan pasien pada lingkungan, staf, orang lain diareanya.
c. mengobservasi tanda-tanda disorientasi, mempertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anatesi.
d. Melakukan pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, mendorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
e. Memperhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.

3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri , kemungkinan kehilangan penglihatan, kebutuhan tak terpenuhi, bicara negatif tentang diri sendiri.
a. Mengkaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
b. Memberikan informasi yang akurat dan jujur. mendiskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
c. Mendorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
d. Mengidentifikasi sumber/orang yang menolong.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhungan dengan kurang mengenal sumber, kurang mengingat,salah intepretasi informasi.
a. Mendiskusikan perlunya menggunakan identifikasi, contoh gelang Waspada Medik.
b. Menunjukkan teknik yang benar untuk pemberian obat tetes mata.
c. mengkaji pentingnya mempertahankan jadwal pengobatan.
d. Mengidentifikasi efek samping/reaksi yang merugikan dari pengobatan

5. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer sementara dan kedalaman persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
a. Mempertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan bel pemanggil di samping tempat tidur. Mengorientasikan ulang pasien terhadap susunan struktur ruangan.menginstruksikan pasien untuk memberi tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu ambulasi tanpa bantuan.
b. Menginstruksikan pasien untuk memutar kepala dengan lengkap pada sisi yang di operasi bila berjalan untuk menjamin jalan bebas. mempertahankan tameng/pelindung mata terpasang sesuai arah untuk mencegah cidera kecelakaan pada mata.
4. Memulai tindakan-tindakan untuk mencegah peningkatan TIO :
• Mempertahankan kepala tempat tidur tinggi kira-kira 450 unyuk 24 jam pertama
• Mengingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan kepala lebih rendah dari panggul, dan mengejan
• Memberikan antiemetic sesuai resep untuk keluhan-keluhan mual
• Memberikan pelunak feses yang diresepkan bila riwayat konstipasi. Membiarkan penggunaan kamar mandi regular daripada pispot karena menggunakan kamr mandi mengakibatkan peningkatan TIO sedikit.

6. Resiko tinggi nyeri terhadap kerusakan pelaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan pembedahan mata
a. Memberikan analgesic resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Bila tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian obat
b. Memberikan antiinflamasi dan agen antiinfeksi oftalmik yang diresepkan
c. Memberikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik aseptic. Ikuti kewaspadaan umum (teknik mencuci tangan yang baik sebelum dan setelah perawatan luka, menggunakan sarung tangan bila berhubungan dengan darah atau cairan tubuh bila terjadi). Mengajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan menggunakan teknik aseptic dalam persiapan untuk pulang. Mene
d. Menekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah. Menjelaskan tujuan kompres

E. EVALUASI
1. Penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
2. Ketajaman penglihatan dalam batas kondisi individu.
3. Klien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun.
4. Menyatakan pemahaman kondisi,prognosis; mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala; melakukan prosedur dengan benar.
5. Tak ada memar pada kaki, menyangkal jatuh, tak ada tanda manifestasi peningkatan tekanan itraokular atau perdarahan.
6. Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi wajah rileks.

Read More......