CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 25 November 2010

Asuhan Keperawatan Emfisema

A. Pengertian
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)


B. Klasifikasi
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

C. Anatomi fi siologi




D.Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

E. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema Genetik,Paparan Debu

F. Manifestasi Klinis
Dispnea
Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
Distensi vena leher selama ekspirasi.

G. Pemeriksaan diagnostik
Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

H. Komplikasi
• Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
• Daya tahan tubuh kurang sempurna
• Tingkat kerusakan paru semakin parah
• Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
• Pneumonia
• Atelaktasis
• Pneumothoraks
I. penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum:
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator

1.Derivat Xantin

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin, aminofilin.
2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b. Ekspectoran dan Mucolitik

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

c. Antibiotik

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
3. Terapi oksigen

Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>
4. Latihan fisik

Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.

Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.

6. Fisioterapi

Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2. Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.



Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Emfisema



1. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
o Keletihan, kelelahan, malaise
o Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
o Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
o Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
o Keletihan, gelisah, insomnia
o Kelemahan umum/kehilangan massa otot

2. Sirkulasi
Gejala :
o pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
o Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
o Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
o Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
o Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
o Pucat dapat menunjukkan anemia

3. Makanan/Cairan
Gejala :
o Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
o Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
o Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
o Turgor kulit buruk, edema dependen
o Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
o Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

4. Hygiene
Gejala :
o Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :
o Kebersihan, buruk, bau badan

5. Pernafasan
Gejala :
o Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
o “Lapar udara” kronis
o Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
o Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
o Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
o Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
o Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
o Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
o Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
o Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
o Perkusi: hiperesonan pada area paru
o Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

6. Keamanan
Gejala :
o Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
o Adanya/berulangnya infeksi
o Kemerahan/berkeringat (asma)

7. Seksualitas
Gejala :
o Penurunan libido

8. Interaksi sosial
Gejala :
o Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
o Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
o Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.

9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
o Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
2.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

2. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo


3.Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o Bunyi paru bersih
o Warna kulit normal
o Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

Intervensi :
o Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
o Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
o Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
o Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
o Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
o Pantau irama jantung
o Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
o Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
o Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
o TTV normal
o Balance cairan dalam batas normal
o Tidak terjadi edema

Intervensi :
o Timbang BB tiap hari
o Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
o Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
o Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
o Monitor parameter hemodinamik
o Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4.Evaluasi

Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yangmenimbulkan kecemasan yang
berkontribusi kepada intoleransi aktivitas
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang
memadai pada denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah, dan pola yang
dipantau dalam batas normal.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- hari (AKS) dengan beberapa bantuan
(misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
Menampilkan pengelolahan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

Daftar pustaka
Doenges, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tambayang, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Trerney, Lawrence. M. dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medica

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

0 komentar: